Semua sedang jatuh cinta di Jakarta Fashion Week 2024

Ditulis oleh Ilman Ramadhanu | Read in English

Satu tema utama yang mungkin dapat mendeskripsikan Jakarta Fashion Week 2024 adalah cinta. Dari cerita romantis di pagelaran Isshu, di mana penonton menjadi saksi atas suatu proposal pernikahan, hingga sebuah persembahan untuk cinta kasih seorang ibu di Tanah Lesae dan Esemu serta sebuah kisah tentang mengatasi luka dari percintaan yang diceritakan oleh Ivan Gunawan.

Secara busana, karya-karya yang muncul adalah perpaduan gaya yang terasa lembut dan penuh dengan sentimen. Ini terlihat dalam berbagai elemen dekoratif yang romantis seperti kerut, renda, atau motif bunga di koleksi Starry, banyaknya gaun berpotongan longgar di koleksi Ernesto Abram dan Adrie Basuki, serta penggunaan kain tipis yang sensual di koleksi Saya. Secara bersamaan, detail-detail ini menciptakan suasana kelembutan pada Jakarta Fashion Week tahun ini.

Daya tarik dalam detail

Hiasan dan elemen dekoratif yang charming menjadi metode utama bagi banyak perancang busana untuk menyampaikan gagasan romantisme dalam desain mereka. Dari kerut, renda, hingga pita, semuanya banyak digunakan. Namun yang paling mencolok adalah bunga.

Ada begitu banyak elemen berbau bunga tahun ini, Miranda Priestly mungkin tidak akan setuju. Semua tahu kutipan yang terkenal dari dialognya dalam film “The Devil Wears Prada”, “Floral? For Spring? Groundbreaking,” ujarnya dengan nada yang tidak terkesan. 

Starry, Esemu, Rama Dauhan, Bluesville, Tanah Lesae, ANW, dan Ivan Gunawan hanya beberapa dari perancang yang menggabungkan elemen berinspirasi bunga ke dalam koleksi mereka. Bahkan dalam koleksi Aesthetic Pleasure, yang dikenal dengan siluet sederhana dan fungsionalnya, applique 3D berbentuk bunga masih ditemukan pada atasan tanpa lengan yang berwarna off-white.

ANW di Jakarta Fashion Week 2024 | Sumber: Jakarta Fashion Week

Namun yang terasa seperti suatu terobosan baru adalah beragamnya teknik dan pendekatan desain yang digunakan, sehingga membuat melihat bunga dalam jumlah yang banyak terasa segar dan menarik. ANW dan Tanah Lesae menggunakan teknik manipulasi kain yang rumit, seperti sulaman dan 3D appliques, untuk menggabungkan hiasan bunga ke dalam busana mereka. Demikian pula Rama Dauhan yang menggunakan manipulasi kain untuk menciptakan kain dengan cut-out yang membentuk kelopak bunga yang dipotong dengan presisi layaknya laser, yang kemudian dijadikan gaun maxi baby doll dan padded bolero.

Pendatang baru di JFW, Tobatenun, menggunakan pendekatan berbeda dengan mempresentasikan koleksi dengan palet warna yang terinspirasi oleh bunga-bunga asli dari wilayah Karo. Warna-warna seperti hijau cemara dan terang banyak digunakan–semuanya berasal dari pewarna alami.

Dari segi aksesori, Esemu mengambil inspirasi dari bunga sedap malam. Mereka menggunakan teknik lipit dan gathering untuk mentranslasikan bentuk kelopak bunga menjadi bentuk lipit dan tekstur berombak, yang dengan mahir dimasukkan ke dalam tas bahu besar mereka.

Namun koleksi yang paling terasa seperti ledakan romansa adalah Starry dan Ivan Gunawan. Setiap elemen yang kalian bayangkan ada dalam suatu koleksi romantis muncul dalam busana-busana yang ditampilkan kedua perancang busana ini. Mulai dari warna-warna lembut, motif bunga, kerutan, hingga gaun maxi yang melambai–semua ada dalam kedua koleksi tersebut.

Ivan Gunawan di Jakarta Fashion Week 2024 | Sumber: Jakarta Fashion Week

Secara konseptual, ada banyak kesamaan, namun kedua koleksi ini memiliki nuansa yang berbeda. Koleksi Starry memiliki daya tarik yang nostalgia, berkat banyaknya gaun prairie yang muncul, sementara pandangan Ivan Gunawan lebih glamor dan ceria. Namun, di tahun di mana hiasan romantis mendominasi, busana-busana lembut dari kedua perancang busana ini menjadi ciri khas Jakarta Fashion Week tahun ini.

Sensual sheerness

Di Jakarta Fashion Week tahun lalu, Harry Halim mempersembahkan koleksi yang ia buka dengan busana paduan hitam yang menutupi seluruh tubuh model. Untuk suatu karya pembuka, tampilan tersebut sangat dramatis, namun agak membingungkan. Masalahnya adalah kain yang digunakan tidak cukup tipis, sehingga yang terlihat hanyalah kain berwarna hitam pekat.

Dalam sebuah postingan di Instagram, ia menjelaskan bagaimana tampilan yang diinginkan seharusnya benar-benar transparan dengan model yang tidak mengenakan pakaian apa pun di dalamnya. Namun, ia mengubah konsep tersebut karena merasa bahwa masyarakat Indonesia belum siap untuk melihat model telanjang yang hanya mengenakan kain transparan yang tipis.

Namun, tahun ini, para perancang busana tidak takut untuk memperlihatkan kulit melalui penggunaan kain sheer seperti yang terlihat dalam koleksi Saya dan Stellarissa, yang membuat Jakarta Fashion Week tahun ini terasa lebih sensual.

Saya di Jakarta Fashion Week 2024 | Sumber: Jakarta Fashion Week

Pemenang Fashion Force Awards tahun ini dalam kategori ready-to-wear, Saya, mempersembahkan koleksi yang penuh dengan kain-kain transparan. Salah satu tampilan menampilkan dua potongan dengan atasan dan celana santai yang transparan dengan model yang hanya mengenakan pakaian dalam.

Sekilas, mungkin mudah untuk menyimpulkan bahwa koleksi Saya dimaksudkan untuk merayakan tubuh perempuan. Namun, itu adalah sebuah kesimpulan yang kurang tepat. 

Secara busana, koleksi ini adalah studi tentang lapisan dan gerakan. Salah satu tampilan menunjukkan gaun baby doll panjang berwarna hitam dengan gathering elegan di bagian atas, yang mungkin terlihat konservatif pada awalnya. Namun ketika gaun tersebut bergerak, terlihat celah tinggi yang mencapai pinggang yang terasa provokatif.

Ada juga gaun sheath yang memiliki ciri khas, yaitu bagian bawahnya yang transparan dan berbentuk segitiga serta punggung yang terbuka. Gaun ini memancarkan daya tarik Gucci versi Tom Ford pada 1990-an tanpa terasa berat atau mengintimidasi. Sebaliknya, transparansi, lapisan, dan gerakan gaun membuat busana tersebut–dan seluruh koleksi–terasa seperti melayang.

Stellarissa di Jakarta Fashion Week 2024 | Sumber: Jakarta Fashion Week

Di koleksi lain, beragam gaun renda dan atasan halter yang transparan dipamerkan di Stellarissa. Diberi judul “Siren”, koleksi ini merayakan perempuan melalui tampilan yang dominan. Seperti yang terlihat dalam serangkaian gaun malam kontemporer yang memeluk tubuh dalam bahan kulit dan denim. Namun, elemen-elemen transparan inilah yang memberikan keunggulan koleksi ini karena menciptakan keseimbangan antara kelembutan dan kekuatan. Sama seperti Saya, koleksi ini secara elegan menggambarkan kemajemukan dari seorang perempuan.

Life twirls on

Tema romantisme dan kelembutan juga meluas ke siluet, dengan banyak perancang busana memilih untuk menampilkan busana yang tidak terstruktur dengan siluet longgar dan besar. Busana seperti gaun dan rok maxi sangat banyak bermunculan.

Koleksi Ernesto Abram, misalnya, dipenuhi gaun malam yang longgar. Namun, bukan berarti busana yang ditampilkan tidak memiliki bentuk sama sekali; Ernesto Abram menggunakan teknik lipit dengan cemerlang untuk menciptakan dimensi dan tekstur yang indah dalam koleksinya. Sementara, Adrie Basuki menampilkan sejumlah gaun maxi yang flowy dengan hiasan kain perca dan pom-pom.

Adrie Basuki di Jakarta Fashion Week 2024 | Sumber: Jakarta Fashion Week

Maraknya dress dan rok maxi berdampak pada cara perancang busana mengarahkan modelnya untuk berjalan. Mereka berputar di runway, bermain dengan kain, dan memanfaatkan kelembutan kain untuk menciptakan efek angin. Mungkin itulah yang terjadi saat kita sedang jatuh cinta; kita berjalan dengan perasaan bahagia.

Dengan berakhirnya Jakarta Fashion Week tahun ini, karya-karya romantis yang mendominasi menjadi bukti bakat perancang busana Indonesia dalam menerjemahkan nuansa rumit dari apa yang mungkin dianggap sebagai salah satu pengalaman manusia yang paling vulnerable melalui seni fesyen. 





Artikel terkait


Berita terkini