Joyland Festival Bali: The next capital of music tourism in ASEAN

Ditulis oleh Elma Adisya | Read in English

Pada awal Maret, Joyland Festival Chapter Bali diselenggarakan secara apik dan meriah. Meski beberapa kali terhambat oleh hujan deras pada dua hari pertama, para pengunjung tetap bersemangat menonton tiap musisi yang mereka nantikan dengan berbekal jas hujan dan payung.

Ya, ada dua hal yang membuat Joyland Festival Chapter Bali spesial di hati para penggemarnya. Pertama, kurasi musisi yang ciamik. Kedua, Bali merupakan pelarian sekilas dari penatnya ibu kota. 

Di balik kesuksesan Joyland Chapter Bali tiap tahunnya, pemilihan pulau idaman turis lokal dan mancanegara ini ternyata tak sepenuhnya direncanakan ketika diselenggarakan pertama kali pada 2022. Program Director Plainsong Live Ferry Dermawan mengatakan, saat itu masih sulit menyelenggarakan konser di Bali karena kasus COVID-19 masih marak. Namun, pilihan akhirnya jatuh pada Bali karena jumlah kasusnya yang relatif sedikit masih mudah untuk mendapatkan izin. 

“Pertimbangan lainnya Joyland Chapter Bali ini bisa menciptakan vibes yang berbeda dari Jakarta. Jadi kita memang bikin Joyland Bali itu sebagai island getaway kayak trip weekend aja,” ujar Ferry saat diwawancarai oleh TFR di sela-sela kesibukannya saat festival berlangsung.

The era of music tourism 

Dalam skala global, Bali bisa dibilang sudah menjadi wishlist liburan para turis dari berbagai penjuru dunia. Mengutip laman Antara News, Dinas Pariwisata Bali mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sampai 26 Desember 2023 sebanyak 5.232.751, melebihi target pemerintah provinsi sebesar 4,5 juta. 

Belum ada data berapa banyak wisatawan mancanegara yang datang untuk bertamasya sekaligus menghadiri festival musik seperti Joyland Festival, namun, menurut Ferry, dari tiga tahun terakhir mereka mengadakan acara di Bali, ada peningkatan jumlah pengunjung. 

“Dari Joyland 2022 sampai 2024 ada peningkatan tiap tahunnya. Ini juga yang jadi pertimbangan kita di 2023 memutuskan pindah tempat dari Taman Bhagawan, Nusa Dua, ke Peninsula Island. Dan tahun ini memang penjualan tiketnya meningkat dua kali lipat dari tahun lalu,” kata Ferry. 

Tak hanya Joyland, beberapa promotor musik lain juga kerap menjadikan Bali sebagai pilihan tempat untuk menyelenggarakan konser dan festival musik skala Internasional, salah satunya Djakarta Warehouse Project yang sering menjadikan musisi internasional sebagai line-up festival. 

Tren ini membuat Bali yang merupakan salah satu destinasi wisata terbesar di Indonesia semakin menarik atensi banyak kalangan sebagai the next capital of music skala internasional. Ditambah lagi, efek Swiftconomic alias efek konser “The Eras Tour” Taylor Swift di beberapa negara membuat banyak negara, salah satunya Indonesia, makin kencang melirik industri musik sebagai salah satu penyumbang pemasukan negara.

Pengalaman ngonser baru buat musisi mancanegara 

Tidak bisa dimungkiri, pengalaman manggung di Bali tak hanya jadi peluang bagi musisi Tanah Air, tapi juga jadi tawaran menarik dan tantangan baru bagi musisi mancanegara. Salah satu grup musik yang menjadi bagian dari jajaran musisi Joyland Bali 2024, Kings of Convenience (KOC), yang beranggotakan Erlend Øye dan Eirik Glambek Bøe, menyampaikan apresiasinya atas kesempatan tampil di Joyland. Eirik mengatakan bahwa ini merupakan pengalaman baru bagi mereka, tampil di salah satu destinasi wisata dunia.

“Festival ini beda banget dari festival lainnya yang seringnya diadakan di lapangan parkir atau kawasan yang sewanya lebih murah. Suasana festival musiknya pun kadang menyedihkan, seperti Anda tidak ingin berlama-lama di venue. Nah, kalau di sini? Everything’s perfect,” tuturnya. 

Keduanya mengaku bahwa ini pengalaman pertama mereka tampil di Bali. Erlend mengaku bahwa awalnya, ia agak khawatir karena tidak semua orang mampu membeli tiketnya karena akomodasi yang cukup mahal.

“Sebelum manggung saya agak khawatir kalau penontonnya tidak terlalu banyak. Ternyata, di luar dugaan, sesi kami sukses besar,” tambahnya.

Keberagaman musisi lintas genre dan tantangannya

Selain menjadi pilihan hiburan, Joyland juga bisa dibilang surganya para penggemar musik kontemporer dengan hadirnya penampil-penampil seperti Mong Tong, band electro-psychedelic dari Taiwan, dan Praed dari Libanon. Kurasi musisi dengan genre elektronik kontemporer seperti ini memang menjadi spesialisasi Joyland, terutama di panggung Lily Pad chapter Bali.

“Memang ada perbedaan dari kurasi untuk musisi Joyland Jakarta dengan yang di Bali. Kalo di sini (Bali) kita fokusin ke genre elektronik karena dirasa mungkin lebih cocok dengan pasar turis mancanegara yang besar di sini. Ini jadi peluang untuk eksperimen genre tersebut di Joyland Bali,” jelas Ferry. 

Praed mengatakan bahwa ini kali pertama mereka tampil di Indonesia. Raed Yassin, salah satu personilnya, mengatakan bahwa musik mereka memang jarang mendapat massa di festival seperti Joyland.

“Kami sangat senang bisa hadir di Joyland, karena buat kami ini audiens baru. Kami sudah tampil di berbagai negara. Kemarin kami juga ikut menonton beberapa line-up dan melihat pengunjung yang datang betul-betul tertarik dengan festival ini,” ujarnya.  

Raed melihat Joyland menjadi salah satu festival musik yang paling terorganisir, namun ia mengingatkan juga beberapa hal seperti soal keberagaman pemilihan musisi. 

“Bagi saya keberagaman dalam kurasi musisi untuk festival seperti Joyland sangat penting, jangan sampai terlalu terkonsentrasi dengan yang sedang terkenal di Barat saja dan coba seluas-luasnya belajar kebudayaan negara lain.” 

Proses kurasi musisi memang menjadi tantangan terbesar untuk Joyland. Namun, Joyland sudah mengatasinya dengan bekerjasama dengan pihak ketiga yang menjadi kurator tamu untuk musisi di panggung Lily Pad.

“Dari awal untuk panggung Lily Pad kami terbantu dengan adanya kurator tamu yang mengkurasi musisinya. Di 2022 kami kerjasama dengan Rave Pasar, lalu 2023 dengan Orbitware. Kali ini kami kerjasama dengan Kasimyn dan Walk the Rock,” jelasnya.

Simbiosis mutualisme untuk musisi genre anti-mainstream 

Kurasi musisi Joyland Chapter Bali tahun ini banyak mendapat apresiasi dari audiens dan juga para musisi mancanegara yang ikut menyaksikan. Kali ini ada sedikit perbedaan dari kurasi  Chapter Bali tahun lalu, yaitu dipilihnya enam musisi lokal Bali yang fokus dengan alat musik gamelan. 

Putu Septa, pendiri grup musik gamelan Nataswara yang juga jadi jajaran line-up Joyland Bali tahun ini, mengatakan bahwa panggung seperti Joyland sangat membantu untuk mempromosikan band-band lokal Bali, khususnya yang menggunakan alat musik tradisional seperti gamelan. 

“Di sini kan penontonnya juga global, jadi saya bisa pentas sambil mengenalkan musik saya dan membangun apresiasi. Dan menurut saya kalau bisa perbanyak musisi lokal dan cari hal-hal yang tidak biasa, agar Joyland punya nilai uniknya sendiri. Soalnya, ruang-ruang kreatif untuk musik-musik unkonvensional saat ini masih sedikit.” ujar Septa. 

Pada akhirnya, kendati tentu masih ada yang perlu diperbaiki, Joyland Festival Chapter Bali tahun ini cukup sukses memantik minat dan apresiasi para penikmat musik dan musisinya sendiri. Dengan kurasi line-up yang unik dan mengangkat kearifan lokal hingga lokasinya di Pulau Dewata, festival ini bisa menjadi awal baru bagi industri pariwisata musik di Indonesia!


Artikel terkait


Berita terkini