Menavigasi kebangkitan ritel lokal dalam lanskap mode Indonesia

Ditulis oleh Ilman Ramadhanu | Read in English

Lebih dari satu dekade yang lalu, jenama-jenama seperti Warby Parker dan Glossier muncul dan mengubah industri perdagangan elektronik dengan menggunakan pendekatan penjualan langsung kepada konsumen (direct-to-consumer). Pada 2019, raksasa media sosial, Instagram, merespons model bisnis ini dengan memperkenalkan "Shops" yang memungkinkan penjual membuat toko maya di mana mereka dapat langsung menjual produk mereka sepenuhnya dalam aplikasi.

Inovasi ini mendemokratisasi peluang bisnis, memungkinkan individu menjalankan bisnis tanpa bergantung pada perusahan ritel untuk distribusi. Akibatnya, peran tradisional perantara ritel menjadi usang.

Namun, di sudut kecil industri fesyen di Indonesia, mulai berkembang pemain-pemain ritel seperti Sonderlab, HGL, ASAU, serta Masari Shop. Bedanya adalah mereka mengkhususkan diri dalam kurasi jenama dan desainer lokal, yang memungkinkan mereka berkembang dan mengarahkan industri fesyen indonesia menuju keberlanjutan ekonomi.

Pertumbuhan ritel lokal didorong oleh konsumen yang peduli terhadap mode

Perkembangan perusahaan ritel yang mengkhususkan diri dalam jenama lokal tidak lepas dari perkembangan industri fesyen di Indonesia. Meskipun masih dalam tahap pembentukan, industri ini berkembang pesat, dengan jenama-jenama baru muncul di dunia maya setiap menitnya.

Monica Esther, Direktur Sonderlab, menjelaskan bahwa pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kesadaran konsumen Indonesia untuk menjadi lebih “bergaya”, fenomena yang diperkuat oleh pengaruh media sosial. Internet memberdayakan mereka dengan informasi tentang gaya fesyen yang beragam, sehingga mengubah makna pakaian dari sekadar kebutuhan menjadi sarana untuk mengekspresikan diri. Pergeseran ini mendorong konsumen, terutama demografi Gen Z, untuk mencari pakaian yang mencerminkan rasa keren dan keaslian.

Acara Sonderlab | Sumber: Instagram @sonderlab

Selain itu, dari pengalamannya dalam menyelenggarakan acara marketplace, ia mengamati bahwa Gen Z seringkali membeli produk tanpa banyak pertimbangan serta hanya didorong oleh kemauan untuk memiliki barang-barang yang terlihat keren.

Menanggapi tren ini, Sonderlab mengadopsi strategi dengan mengkurasi jenama lokal dengan desain yang khas. Pendekatan kurasi yang menampilkan jenama yang sejalan dengan preferensi Gen Z ini mampu mengatasi tantangan untuk tampil beda di pasar yang jenuh. Di tengah banyaknya jenama-jenama baru yang bermunculan, kurasi Sonderlab memberikan akses mudah bagi Gen Z ke produk yang cocok dengan selera khas mereka.

Peran penting ritel adalah pemasaran

Namun, pertanyaan yang tetap ada adalah, dalam lanskap di mana setiap orang dapat dengan mudah membuka bisnis dan langsung mencapai konsumen, apa yang membuat ruang ritel menjadi penting?

Fungsi tradisional dari ritel adalah membantu jenama agar produk mereka lebih mudah diakses oleh pembeli dan memperluas jangkauan pasar mereka. Peran perusahaan ritel fesyen lokal ini pun tidak berbeda, seperti yang dijelaskan oleh Asti Surya, pemilik dan desainer merek alas kaki Tigah Home dan merek pakaian Douche. Dengan produknya yang ditempatkan di beberapa toko ritel lokal, ia menekankan bahwa manfaat terbesar adalah pemasaran.

Kampanye Douche | Sumber: Instagram @ladouchevita

"Kami ingin bekerja dengan toko-toko multibrand karena memiliki karakter pasar yang berbeda, yang membantu kami mencapai audiens yang lebih luas," jelasnya.

Namun, menurut Monica, kebutuhan akan perusahaan ritel seperti Sonderlab di Indonesia masih sangat penting, mengingat industri fesyen Indonesia didominasi oleh bisnis kecil yang memiliki keterbatasan dalam melakukan kampanye pemasaran besar-besaran. Oleh karena itu, Sonderlab hadir untuk memberikan bantuan bagi usaha fesyen lokal agar dapat mengembangkan pasar mereka dan memungkinkan mereka fokus lebih pada aspek kreatif dari bisnis tersebut.

Kampanye Tigah Home | Sumber: Source @tigahhome

Pemasaran juga merupakan komponen penting bagi pemilik usaha fesyen untuk dipertimbangkan saat memutuskan toko ritel mana yang akan menjadi tempat penjualan produk mereka. Dia menekankan pentingnya rencana pemasaran perusahaan ritel, karena pamor dari perusahaan ritel tersebut akan secara bersamaan memengaruhi pamor jenamanya dalam jangka panjang. "Jika branding mereka jelek, pasti dalam jangka panjang akan berdampak negatif pada brand aku juga," kata Asti.

Koleksi eksklusif sebagai strategi untuk mengatasi tantangan

Namun, mencapai audiens yang lebih luas atau hanya menempatkan produk di toko ritel tidak selalu menghasilkan peningkatan penjualan. Hal ini terutama karena praktik kerja sama yang umum diterapkan antara usaha fesyen dan ritel lokal di Indonesia adalah konsinyasi, bukan pembelian grosir.

Dalam konsinyasi, penjual menyerahkan barang kepada pembeli untuk dijual, dan penerima konsinyasi hanya membayar penjual untuk barang yang terjual. Oleh karena itu, bahkan setelah produk ditempatkan di suatu toko ritel, perlu kerja sama yang berkelanjutan antara pemilik usaha fesyen dan ritel untuk menjaga kerja sama tersebut, misalnya melalui pembuatan koleksi eksklusif.

Ide dasarnya sederhana, yaitu merancang produk eksklusif untuk toko ritel tertentu untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan bagi kedua belah pihak, yang juga merupakan strategi yang telah diimplementasikan oleh Sonderlab.

Tetapi, Asti mengingat pengalamannya di mana strategi itu menjadi semacam tumpuan dalam menjual produk melalui ritel. "Kami melakukan koleksi eksklusif untuk sebuah toko, dan itu berjalan dengan baik selama satu bulan pertama, tetapi kemudian menurun dalam bulan-bulan berikutnya. Dari situ, kami belajar bahwa dengan toko itu, kami harus terus-menerus merancang koleksi eksklusif."

Kolaborasi untuk keberlanjutan ekonomi

Memiliki beberapa saluran distribusi dapat menciptakan persaingan antara ritel dan bisnis fesyen lokal. Namun, baik Monica maupun Asti setuju bahwa kolaborasi antara keduanya penting untuk membangun keberlanjutan ekonomi bagi industri fesyen Indonesia.

"Industri fesyen Indonesia masih bersifat niche, dan sifatnya angot-angotan, dalam arti bahwa dari banyak merek yang muncul, hanya sedikit yang bertahan. Jadi, kolaborasi antara kami dan jenama fesyen lokal bisa memastikan kelangsungan industri ini," jelas Monica.

Selanjutnya, Monica percaya bahwa makin banyaknya jenama dan desainer fesyen lokal yang muncul dengan desain yang autentik, orisinal, dan berbeda dapat berkontribusi pada munculnya gaya kontemporer yang khas Indonesia. "Paris memiliki gaya Parisnya sendiri, Korea memiliki gaya Korea yang sangat berbeda, dan begitu juga Jepang. Tapi kita tidak memiliki gaya Indonesia yang spesifik," tegasnya. Ini, katanya, sangat penting dalam upaya berkelanjutan untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dalam industri ini.

Inilah mengapa, di Sonderlab, ia menerapkan proses kurasi yang ketat untuk membuat portofolio jenama-jenama unik yang dapat berfungsi sebagai identitas sartorial bagi fesyen Indonesia. Memiliki representasi visual yang nyata tentang apa yang ditawarkan fesyen Indonesia penting untuk membantu industri fesyen Indonesia dipandang lebih serius oleh industri fesyen global dan, khususnya, pemerintah Indonesia.

Ketika berbicara tentang fesyen, pemerintah Indonesia lebih banyak mengarahkan dukungan  ke industri tekstil, sehingga aspek gaya kurang diperhatikan. Menurut Monica, situasi ini mendorong banyak pengusaha fesyen di Indonesia untuk secara mandiri mencari kolaborasi dengan mitra internasional.

Namun, menciptakan industri fesyen Indonesia yang berkelanjutan secara finansial tergantung pada kesediaan semua pihak yang terlibat untuk bekerja sama karena, seperti yang dikatakan Monica, "Ketika industri fesyen sukses, ekonomi Indonesia juga akan tumbuh."






Artikel terkait


Berita terkini