Tantangan komikus di balik industri webtoon yang semakin mendunia

Ditulis oleh Rahma Yulita | Read in English

Komik digital perlahan mulai menggeser popularitas komik tradisional. Kemudahan akses yang ditawarkan membuat komik digital atau yang juga disebut webcomic memiliki target pembacanya sendiri.

Webtoon, istilah untuk komik digital asal Korea Selatan, pertama kali dibuat oleh orang-orang yang kehilangan pekerjaan selama krisis keuangan Asia pada 1997. Webtoon berkembang menjadi narasi yang lebih kompleks, yang kini diproduksi oleh para komikus amatir maupun profesional.

Saat baru muncul, industri webtoon relatif kurang dikenal di luar Korea Selatan. Namun, setelah banyak manhwa (istilah umum untuk komik dan kartun cetak di Korea Selatan) yang diterbitkan di webtoon, popularitasnya pun meningkat dan mulai mendunia.

Pasar webtoon global bahkan diproyeksikan mengumpulkan $56 juta (sekitar Rp858 miliar) pada 2030 dengan pertumbuhan sekitar 36,8% dari 2021.

Salah satu studio webtoon asal Korea Selatan, Naver Webtoon (atau LINE Webtoon), mengatakan bahwa Page Profit Share (PPS) yang merupakan program diversifikasi pendapatan untuk berbagi keuntungan dengan komikus telah tumbuh 87 kali lipat dalam 10 tahun terakhir.

Pendapatan tahunannya pun mencapai $1,6 miliar (sekitar Rp24 triliun) pada April 2023, meningkat 87 kali lipat dari $17,4 juta (sekitar Rp226 miliar) pada 2013. Pembaca globalnya tercatat mencapai sekitar 85,6 juta pada Juni 2022.

Melihat kesuksesan industrinya, bagaimana cerita kartunis atau komikus di balik berbagai judul yang tersedia di LINE Webtoon?

Dari hobi hingga menampilkan karya secara resmi

Format webtoon memang cukup berbeda dibandingkan komik konvensional maupun manhwa. Komik digital ini dibaca secara vertikal dalam pages panjang.

Format ini memudahkan pembaca untuk membacanya kapan saja dan di mana saja, karena bisa dilakukan menggunakan smartphone. Ternyata, kemudahan ini menjadi tantangan tersendiri untuk komikus yang awalnya memulai gambar dari komik tradisional.

Salah satu komikus LINE Webtoon, Fluffy Sunkist (nama asli Aira), mengatakan bahwa gambar tradisional dan digital merupakan dunia yang benar-benar berbeda. Meskipun dasar-dasarnya sama (cth: anatomi, karakter), pewarnaan hingga cara mengoperasikan perangkat lunaknya sangat berbeda.

“Setelah vakum hampir 10 tahun nggak menggambar, akhirnya aku coba lagi di awal 2020 dan gambarku jelek banget. Jadi, aku mengasah terus sembari belajar juga dari segi software dan hardware-nya, dari situ mulailah keterusan gambar,” cerita Aira.

Aira mengaku suka mengembangkan cerita yang isunya dekat dengan masyarakat, agar ceritanya bisa relate dengan pembaca. Lalu, bagaimana caranya bisa menunjukkan karya secara resmi?

Ternyata, mengikuti kontes komik ialah gerbang yang membuka karier Aira di industri webtoon. Membangun jaringan di komunitas pun sangat membantunya hingga bisa masuk ke kontes webtoon tersebut.

“Untuk bisa showcase di sana, aku dulu coba ikut kontes komik. Aku dapat infonya dari komunitas dan akhirnya aku coba ikut pada 2022 dengan karya berjudul ‘Out of the Blue’. Ternyata aku terpilih menjadi finalis dan dikontak oleh editor buat jadi Webtoon Official. Nah, dari situ akhirnya berubah yang tadinya hobi menjadi karier,” jelasnya.

Melewati proses kerja yang ketat, minimal 40 panel dalam satu minggu

“Buat update satu episode ada batas panel minimumnya, kita harus kejar per minggu minimal 40 panel,” Aira menceritakan proses pembuatan karya di LINE Webtoon.

Mulai dari awal pembuatan sampai ceritanya rampung dan siap dipublikasikan, seorang komikus harus melewati tahapan panjang. Pada tahap awal, mereka perlu mengirimkan storyboard untuk tiga episode awal.

Setelah itu, karya akan dinilai oleh editor untuk masuk tahap revisi. “Kalau sudah oke sama editor kita, [karya] dirapatkan lagi sama tim editor besar plus tim di Korea. Misal sudah oke, baru kita masuk tahap finishing.

Untuk bisa debut secara resmi di LINE Webtoon, seorang komikus perlu mempersiapkan kurang lebih 13 episode agar aman dan punya tabungan episode yang bisa dirilis setiap minggu. 

Hectic-nya waktu kerja membuat para komikus tidak jarang mengalami burnout dan bahkan terganggu kondisi kesehatannya, seperti terkena penyakit sindrom lorong karpal (CTS) akibat terlalu banyak menggambar.

Bahkan, Aira mengaku hanya tidur tiga sampai empat jam per hari. “Beberapa kali aku burnout banget, tapi sulit juga karena di sisi lain masih ada deadline, di sisi lainnya lagi mungkin kondisi fisikku yang menurun.”

Pendapatan per episode dan tambahan dari early access

Selain waktu kerja yang terbilang ketat dengan tuntutan tersebut, dari segi finansial juga sulit untuk menjadikan ini sebagai sumber pendapatan satu-satunya, karena karier di LINE Webtoon termasuk karier berbasis proyek.

Jadi, dari mana pendapatannya? Komikus LINE Webtoon akan dibayar per episode yang tayang dan tambahan dari early access. Kalau kamu menggunakan LINE Webtoon dan sering melihat ada episode yang bisa dibeli dengan menggunakan koin, itulah early access yang bisa membantu meningkatkan pendapatan kreatornya.

Aira mengatakan, early access sangat membantu komikus. “Itu ngebantu banget, karena kita butuh modal untuk mengerjakan webtoon ini. Jadi, koin juga jadi salah satu cara pembaca mendukung komikus webtoon ngelanjutin karya.”

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada pembagian keuntungan antara platform dengan kartunis yang dinamakan Page Profit Share (PPS).

Naver Webtoon mengubah nama tersebut menjadi Partners Profit Share (PPS) untuk menghasilkan pendapatan yang tidak hanya dari webtoon saja, tetapi juga dari game, video, buku, hingga merchandise yang memanfaatkan kekayaan intelektual (IP) mereka.

Bagaimana peluang berkarier di industri ini?

Di industri komik, sudah terlihat bagaimana orang-orang mulai beralih dari komik konvensional ke digital. Sebab, webtoon memiliki keunggulan unik dalam menjangkau pembaca secara global dan menghilangkan batasan geografis.

Webtoon juga menawarkan berbagai genre dan gaya cerita sehingga mampu mengakomodasi beragam minat dan preferensi pembaca untuk menarik audiens yang lebih luas. Pembaca mampu engage secara langsung dengan webtoon yang mereka baca melalui kolom komentar, diskusi, hingga bergabung dengan komunitas.

Apalagi, sudah banyak webtoon yang sukses diadaptasi ke drama, film, bahkan game. Ini membuat industri webtoon tak lagi sekadar jual beli barang, melainkan mulai beralih ke content creating. Untuk itu, kesempatan berkarier di industri ini termasuk luas.

“Kita sebagai komikus webtoon jadi content creator yang menyediakan konten di platform tertentu. Nah, kalau misalnya teman-teman ingin berkarier jadi webtoonist, opportunity-nya sebenarnya luas karena bisa self-published [di beberapa platform] juga,” jelas Aira.

Menurutnya, kesempatan seperti ini bisa mempermudah artist yang mau berkarier sebagai komikus. “Karena tadinya untuk jadi komikus itu agak sulit, apalagi kalau ngeliat industri komik Indonesia belum berkembang banget, terutama yang cetak.”

“Pada akhirnya, digitalisasi ini ngebantu banget buat artis-artis muda yang mau berkarier secara profesional. Yang tadinya nggak tahu gimana, sekarang informasinya jauh lebih mudah didapat, mereka bisa publish sendiri karyanya di self-publishing platform.”

Aira menambahkan, dukungan yang paling dibutuhkan oleh para pembuat komik untuk mengembangkan karyanya adalah dengan membaca melalui platform legal, sehingga keuntungan bisa langsung didapatkan oleh sang komikus.

“Tapi simply, kalau mau mendukung kreator dalam negeri, baca di platform legal dan interaksi sama karyanya. Satu lagi juga bisa share karyanya, itu ngebantu banget buat bikin webtoon-nya makin dikenal orang,” tutupnya.




Artikel terkait


Berita terkini