Seni lukis kaca, jangan dibiarkan redup!

Ditulis oleh Rahma Yulita | Read in English

Ketika berbicara tentang seni lukis dunia, banyak sekali media yang digunakan untuk menyampaikan pesan melalui visual sejak berabad-abad lalu. Salah satunya melukis di atas kaca, atau yang dikenal sebagai seni lukis kaca. Di era modern, seni ini mungkin bukan merupakan sesuatu yang menjadi perhatian, banyak diperbincangkan, atau bahkan banyak diminati.

Mengapa demikian? Jika merujuk pada kecanggihan teknologi, melukis di medium lain tampak lebih mudah ketimbang melukis di atas kaca. Ini menjadi salah satu alasan mengapa pelaku maupun peminat seni lukis kaca semakin sedikit, mengerucut, dan jarang terdengar.

Namun, upaya untuk mengenalkan seni lukis kaca ke generasi muda belum selesai. Belum lama ini, dua kurator seni Chabib Duta Hapsoro dan Hermawan Tamzil menghadirkan sebuah pameran seni lukis kaca agar para penikmat seni dapat menikmati berbagai karya seni lukis kaca.

Chabib Duta Hapsoro. Foto: Rahma Yulita

Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Kaca di Indonesia” yang diselenggarakan di Dia.lo.gue Artspace mengulas sejarah masuknya seni lukis kaca yang dulunya populer hingga menjadi “barang antik” dengan menampilkan berbagai karya lukisan kaca dari seniman Indonesia dan mancanegara.

Chabib mengatakan, pameran ini merupakan upaya melestarikan seni lukis kaca yang mulai redup. Apalagi, Hermawan merupakan kolektor seni lukis kaca.

“Saya tertarik karena Pak Hermawan Tanzil yang menjadi kurator sekaligus pemilik space ini [Dia.lo.gue Artspace] juga seorang kolektor pelukis kaca. Beliau punya misi bagaimana caranya seni lukis kaca mulai diminati oleh anak muda, makanya untuk pameran ini ada banyak pendekatan yang kita bikin supaya lebih akrab dengan anak muda.”

Barang “antik” yang kehilangan peminat

Ketika menceritakan tentang perkembangan seni lukis kaca di Indonesia, Chabib tak segan mengatakan, “Perkembangannya kurang menggembirakan.”

Ungkapan tersebut tidak serta merta terucap, tetapi memang menggambarkan bagaimana lukisan kaca menjadi salah satu cabang seni yang namanya jarang terdengar dengan pelukis dan peminat yang semakin sedikit.

Lukisan kaca pun seringkali ditemukan di toko barang-barang antik. “Sejauh pengamatan saya, jumlah pelukis kaca tidak bertambah dan cenderung menurun karena tidak banyak orang yang tertarik untuk melukis kaca,” tambahnya.

Seni lukis kaca berbeda dengan seni rupa kontemporer yang infrastrukturnya lebih mapan dari segi komersial dan seringkali dipamerkan di museum, yang memungkinkan paparannya menjadi lebih luas di masyarakat.

Jika ditarik ke belakang, seni lukis kaca pernah berjaya dan menjadi salah satu seni yang diminati pada ‘70-an hingga ‘90-an. Pada masa itu, banyak kalangan kelas menengah atas yang mengoleksi lukisan kaca.

Foto: Rahma Yulita

Kini, popularitas seni lukis kaca semakin menurun seiring dengan macetnya pertumbuhan peminat baru, sehingga regenerasi senimannya pun semakin jauh tertinggal dibandingkan bidang seni lain.

Dari karya seni menjadi tradisi turun temurun

Chabib menjelaskan, seni lukis kaca termasuk ke dalam seni rakyat–dari rakyat menengah hingga ke bawah.

“Biasanya kalau kelas menengah ke atas tidak akan menceritakan seni lukis kaca. Mereka cenderung di jalur seni rupa kontemporer saja. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa regenerasi seniman seni lukis kaca di Indonesia ini macet dan makin menurun,” jelasnya.

Foto: Rahma Yulita

Terlebih lagi, masyarakat di zaman sekarang memiliki tantangan yang berbeda dari zaman dulu. Alhasil, ketimbang menciptakan lukisan kaca yang pembuatannya susah dan belum tentu laku, banyak seniman memilih bekerja di bidang seni lain yang lebih menghasilkan.

Alasan lainnya berkaitan erat dengan faktor wilayah, budaya, dan keluarga. wilayah yang masih rutin memproduksi seni lukis kaca dan meregenerasi pelukisnya adalah Cirebon dan Bali.

Di dua wilayah tersebut, seni lukis kaca merupakan seni turun temurun keluarga. Chabib menambahkan, “Kenapa kemudian seni lukis ini jadi semacam tradisi turun temurun? Karena tekniknya yang sulit, di mana lukisan kaca diciptakan secara terbalik dan itu butuh waktu untuk menguasainya.”

Kebanyakan pelukis kaca di Cirebon dan Bali menganggap seni lukis ini merupakan sebuah tradisi, jadi harus dilakukan, diteruskan, dan dilestarikan. Sementara, wilayah lain tidak punya tradisi melukis kaca yang kuat. “Jadi, kalau ada perubahan sosial atau apa pun, kota-kota lain akan lebih mudah untuk meninggalkan praktik [seni lukis kaca] ini dibandingkan yang sudah menjadikannya tradisi.”

Chabib berharap pameran seni lukis kaca seperti “Cerita Kaca: Perjalanan Seni Lukis Kaca di Indonesia” akan memperluas cakupan penikmat seni dan memunculkan orang-orang yang tertarik mengkaji lukisan kaca.

“Kalau seni lukis kaca banyak yang membahas, menulis, atau dijadikan topik penelitian, akhirnya seni lukis kaca akan menjadi sebuah produksi ilmu pengetahuan yang berdampak besar,” tutupnya.




Artikel terkait


Berita terkini