Nasida Ria, hampir 50 tahun memajukan musik kosidah di Indonesia

Ditulis oleh Aghnia Hilya | Read in English

“Perdamaian perdamaian, perdamaian perdamaian, banyak yang cinta damai tapi perang semakin ramai”. Penggalan lirik “Perdamaian” oleh Nasida Ria yang dirilis lebih dari satu dekade lalu itu nyatanya masih relevan hingga kini. Relevansi itulah salah satu kekuatan grup kasidah ini.

Berdiri sejak 1975, grup kasidah pertama Indonesia ini belakangan semakin sering tampil di berbagai festival musik, baik dalam maupun luar negeri. Bukan hanya karena lirik lagu mereka yang bermakna bagus sekaligus kritis, tetapi musiknya pun asyik untuk berjoget bersama.

Hal itu selaras dengan arti nama grup ini. Kata Nasida berasal dari “Nasyid” yang artinya nyanyian Islami, dan “Ria” berarti bergembira. Grup ini berharap karya mereka bisa menjadi nyanyian yang menggembirakan dan memiliki pesan positif.

Namun, sekalipun lagu-lagu mereka timeless, Nasida Ria sadar bahwa mereka pun perlu ‘memanjangkan’ umur grupnya, yakni dengan regenerasi. Hingga tahun ini, grup kasidah asal Semarang yang terdiri dari 9-10 perempuan ini sudah memiliki empat generasi.

Untuk terus menyebarkan kebaikan lewat setiap lagunya, Nasida Ria punya beberapa syarat: bersuara bagus, akhlak yang bagus, dan perempuan. Meski grup ini juga memainkan alat musik, keterampilan itu tidak menjadi persyaratan karena bisa diasah.

Bagi Nasida Ria, latihan sampai setiap penerus dipilih untuk tampil ke depan publik memakan waktu cukup lama. Soalnya, bukan hanya hal teknis soal musik yang dilatih, tetapi juga keakuran, keakraban, dan kekompakan antara yang muda dan tua selama berkumpul.

“Kalau keakurannya kurang, bisa mencemarkan nama Nasida Ria, mengurangi kebaikannya yang selama ini kita bina dengan baik. Jangan sampai kedatangan orang baru merusak dan merugikan Nasida Ria,” tutur Muhammad Zuhad, manajer Nasida Ria, kepada TFR.

Sebagai pelopor sekaligus wajah kasidah di Indonesia, Nasida Ria cukup selektif dalam memilih penerusnya demi mempertahankan eksistensi genre musik kasidah di dunia, tak hanya di Indonesia.

Audisi jadi jalur baru regenerasi

Bagi Nasida Ria, bermusik ialah berdakwah melalui seni. Alhasil, tidak heran jika grup ini menggunakan berbagai jalur dalam proses mencari bakat penerus, mulai dari kandidat diantarkan keluarga, dipilih langsung pimpinan santri, hingga mengajak siswa berpotensi yang ditemukan saat mengajar.

“Kalau terbaru ini ada audisi juga. Biar bisa menjangkau yang lebih luas, jadi nggak hanya di sekitar, tapi mungkin di beberapa kota di Jawa Tengah juga mendapatkan informasi. Jadi, kita bisa mencari lebih banyak bakat dan bisa memilih yang lebih berkualitas,” terang Zuhad.

Meski menggunakan cara yang belum pernah digunakan pada generasi 1 hingga 3, Zuhad menegaskan bahwa audisi hanya perkara cara yang berbeda. Katanya, “Kita masih menjaga sistem yang dulu sudah dibikin dari awal. Kita masih menggunakan sistem yang sama.”

Selain sistem, usia yang ditetapkan Nasida Ria dalam mencari penerusnya selalu rentang 13-15 tahun. Kandidat pun tak boleh punya pacar. Rien Jamain, anggota generasi 1 Nasida Ria, menuturkan alasannya, “Kita mencari yang masih bersih hatinya, belum ke mana-mana.”

Zuhad menambahkan, “Tujuannya di usia muda agar mereka lebih mudah menyerap pelajaran musik, dan tidak punya pacar biar fokus dalam berkarier di Nasida Ria.”

Ezzura: Wadah training ala Nasida Ria

Terkait regenerasi anggota baru, “Nanti yang daftar itu disaring maunya alat musik apa, diikutkan kursus, diajari. Jadi, kita ada guru musik yang ngajarin. Terus nanti ada satu wadah namanya Ezzura itu untuk mengasah. Di wadah itu akan dilatih pula keberaniannya untuk tampil di depan orang,” jelas Zuhad.

Bisa dibilang, Ezzura adalah grup musik berisi anak-anak muda multitalenta yang diproyeksikan untuk menjadi penerus Nasida Ria. Jika Nasida Ria pertama kali merekrut anggota pada 1970, Ezzura hadir pertama kali pada 2014, sekaligus berisi generasi keempat Nasida Ria.

Zuhad menambahkan, “Jadi yang daftar tidak langsung masuk ke Nasida Ria. Biar berani dulu gitu sama Nasida Ria. Dites dulu (interaksinya, red.) sama anggota yang lain.”

Nasida Ria dan Ezzura saat ini sama-sama memiliki 12 anggota. Akan tetapi, sejauh ini hanya empat orang Ezzura yang sudah diakui dan resmi menjadi bagian Nasida Ria.

Zuhad pun mengakui ada yang tidak lolos menjadi anggota Nasida Ria atau belum cukup konsisten untuk berkarier dalam jangka panjang dalam grup kasidah ini. Maka, tim Nasida Ria juga memperhatikan kegiatan-kegiatan yang bisa mempersatukan mereka.

Misalnya dengan menggelar darmawisata yang dijadwalkan dalam waktu dekat pada awal tahun ini. Perjalanan itu bukan hanya diikuti oleh Nasida Ria dari generasi awal sampai yang terbaru, tetapi juga Ezzura dan seluruh kru untuk mempererat kebersamaan mereka.

Godaan mencoba genre musik lain

Tak bisa dimungkiri, dengan merekrut anak muda ditambah perkembangan zaman, godaan mencoba-coba genre lain pun dirasakan Nasida Ria. Apalagi, genre musik juga naik turun eksistensinya, kadang kasidah di atas, tetapi di waktu lain dangdut koplo di atas.

Zuhad mengakui, beberapa grup kasidah lain mungkin tidak konsisten memainkan genre itu. Saat musik koplo sedang naik daun, mereka bisa tiba-tiba menjadi grup koplo.

“Nasida Ria ini memang dijaga agar tetap konsisten, karena Nasida Ria ini adalah wajahnya kasidah. Kalau Nasida Ria sendiri berubah atau melenceng dari kasidah, nanti takutnya akan hilang kasidah Indonesia ini,” ungkap Zuhad yang menyadari bahwa kasidah kini bukan genre prioritas.

Meski begitu, Zuhad mengungkapkan bahwa penikmat kasidah dan Nasida Ria masih sangat banyak, terutama di kalangan menengah ke bawah seperti di pedesaan. Lagu-lagu Nasida Ria masih diputar di setiap perkumpulan ibu-ibu, baik di masjid, musala, hingga di pengajian.

“Orang-orang Facebook itu yang main kebanyakan orang desa, ibu-ibu, bapak-bapak. Kita masih banyak yang nonton di sana. Makanya, tugas kita adalah bagaimana tetap relevan dengan teknologi biar kasidah tetap bisa dikenalkan ke yang baru-baru,” terang Zuhad.

Salah satu hal yang akan Nasida Ria lakukan dalam waktu dekat ialah membuat konten live session dan diunggah ke YouTube serta media sosial lain. Bahkan, untuk melebarkan dan menjaga eksistensinya, Nasida Ria juga aktif membuat konten di Instagram hingga TikTok. 

Teruskan Nasida Ria, lanjutkan warisan budaya

Meski mengikuti perkembangan teknologi dan zaman, grup kasidah ini selalu memastikan bahwa regenerasinya harus menyesuaikan dengan identitas Nasida Ria. Meskipun generasi muda ingin membawa warna baru, jenis musiknya tak bisa yang terlalu melenceng.

“Satu identitas Nasida Ria adalah bermain kasidah. Kalau anak muda sekarang suka pop, rock, hingga R&B, tetapi mereka (penerus; Ezzura) memang disiapkan sebagai Nasida Ria untuk melanjutkan sebuah heritage. Jangan sampai kasidah ini tergerus zaman,” ujar Zuhad.

Hal lain yang ditekankan pada penerus Nasida Ria ialah bagaimana attitude mereka agar bisa berdedikasi sepenuhnya pada grup ini. Dengan begitu, mereka juga menjaga label Nasida Ria sebagai girl band Islami yang menyuarakan musik religi dan musik yang manusiawi.

Menariknya, Zuhad mengungkapkan bahwa tak ada batasan dalam mengumpulkan “pemain cadangan” alias regenerasi Nasida Ria. Dengan begitu, ketika ada anggota yang berhalangan hadir, pemain cadangannya sudah siap dan tidak menunggu atau mencari dadakan.

“Karena halangan hadir itu sebagian besar mendadak, misal ada yang tiba-tiba meninggal. Makanya, memang disediakan dulu wadahnya untuk regenerasi, sehingga jika suatu saat ada kejadian membutuhkan personil secara dadakan, langsung ada,” terang Zuhad.

Album baru dan rencana buat buku

Hebatnya lagi, generasi pertama hingga termuda Nasida Ria bisa mempertahankan dan konsisten menjaga warna Nasida Ria. Rupanya, “Kita berlatih terus. Satu-dua minggu sekali. Kita bertemu, berkumpul, dan selalu berlatih lagu-lagu yang ada sehingga lancar.”

Alasan lainnya ialah Nasida Ria akan menggarap album kembali tahun ini. Terakhir kali mereka merilis album ke-36 ialah dua tahun lalu. Grup kasidah ini juga membocorkan rencana mereka untuk membuat buku tentang sejarah berdiri dan bertahannya mereka.

“Biar sejarah Nasida Ria ini tetap eksis, tidak diubah-ubah dan simpang-siur. Kalau menuliskan dalam sebuah buku, buku itu abadi nanti sampai kapan pun. Sampai generasi 1 tidak ada, tetap ada dokumentasinya berupa buku yang bisa dibaca, karya yang abadi,” ujar Zuhad.



Artikel terkait


Berita terkini