Antara inspired perfume dan hukum yang mengawasinya

Ditulis Olivia Nabila | Read in English

Tren inspired perfume kembali menjamur di masyarakat. Beberapa waktu lalu, ramai toko-toko yang menjual parfum mirip dengan aroma parfum mewah, salah satunya parfum asal Perancis, Baccarat. 

Inspired perfume seolah menjadi alternatif untuk mendapat parfum produksi merek-merek mewah dengan harga yang lebih murah.

Sebenarnya belum ada definisi yang pasti untuk inspired perfume. Akan tetapi, jika diamati dari praktik pemasarannya, inspired perfume bisa dikatakan sebagai parfum yang memiliki aroma yang menyerupai atau kemungkinan besar sama dengan parfum yang menjadi inspirasinya.

Inspired perfume ini sangat mudah kita dapatkan dan sudah menjamur di marketplace maupun media sosial dengan harga mulai dari Rp3.000 saja.

Lantas, bagaimana nasib pelaku usaha yang menjadi sumber inspirasi? Bukankah mereka telah mengeluarkan uang, waktu, dan tenaga untuk memproduksi parfum yang kiranya akan  populer? Praktik ini kemudian menimbulkan dua pertanyaan: pertama, apakah boleh menjual parfum yang memiliki aroma yang mirip dengan parfum lain? Kedua, apakah dalam memasarkan produk, boleh menyebutkan merek lain sebagai pembanding?

Perlindungan terhadap parfum dalam tatanan hukum

Kamus Oxford menjelaskan parfum sebagai cairan harum yang biasanya terbuat dari minyak esensial yang diekstrak dari bunga dan rempah-rempah yang digunakan untuk memberikan aroma yang menyenangkan pada tubuh atau pakaian seseorang.

Oleh karena proses pembuatan parfum yang menggunakan metode tertentu sehingga dapat menimbulkan wangi yang khas, dijaga kerahasiaannya, dan memiliki nilai ekonomis, maka parfum dapat dilindungi di bawah berbagai kelompok hak kekayaan intelektual (HKI), antara lain: 

1. Paten

Poin dari sebuah parfum yang dapat dilindungi dalam Undang-Undang (UU) Paten bukanlah wangi dari parfum itu sendiri, tetapi metode atau cara yang digunakan untuk membentuk aroma tersebut.

Namun, tidak banyak pembuat parfum yang ingin melindungi produknya melalui paten karena sama saja mereka harus mengungkapkan proses pembuatan parfum tersebut, yang menjadi syarat lain dalam perlindungan paten. Kemudian, ke depannya, pihak lain dapat menggunakan metode tersebut untuk membuat parfum mereka sendiri karena perlindungan paten hanya berlaku selama 20 tahun.

Lagi pula, tidak mudah bagi sebuah parfum untuk memperoleh perlindungan di bawah UU Paten, karena UU tersebut mewajibkan adanya kebaruan dalam menyelesaikan masalah dalam pembuatan parfum dan pengaplikasiannya dalam industri.

2. Rahasia Dagang

Solusi lain untuk melindungi parfum adalah melalui UU Rahasia Dagang. Kembali lagi, yang dapat dilindungi bukanlah parfumnya, tetapi bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun parfum tersebut. Sama seperti merek minuman ringan terkenal Coca-Cola yang sangat dijaga kerahasian resepnya. Yang dilindungi bukanlah Coca-Cola itu sendiri, melainkan bahan-bahan yang menciptakan rasa Coca-Cola.

Untuk dapat memperoleh perlindungan rahasia dagang, maka bahan-bahan yang menyusun parfum tersebut harus dijaga kerahasiaannya dan tentunya memiliki nilai ekonomis. Intinya, bahan-bahan penyusun parfum tersebut tidak boleh diketahui umum.

3. Merek

Opsi lain untuk memberi perlindungan terhadap produk parfum adalah melalui perlindungan merek. Berbeda dengan penjelasan sebelumnya, yang dilindungi di sini adalah merek, logo, dan jingle dari parfum tersebut, misalnya merek CHANEL N°5  atau Miss Dior yang telah terdaftar.

Dengan demikian, pemilik merek dapat melarang pihak lain untuk menggunakan merek tersebut tanpa izin. Mereka memiliki hak penuh atas penggunaan merek tersebut.

4. Desain Industri

Bentuk perlindungan lain yang dapat diberikan terhadap sebuah produk parfum adalah desain produk atau botol parfum tersebut melalui desain industri.

Perlindungan desain industri dapat diberikan pada botol parfum yang unik yang terdiri dari gabungan bentuk, komposisi garis atau warna, yang dapat memberikan kesan estetis.

Contoh botol parfum yang dilindungi adalah Lancôme Magnifique dan Lancôme Idole.

Apakah menjual inspired perfume melanggar ketentuan hukum?

TFR mewawancarai Dosen Kekayaan Intelektual dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angga Priancha.

Angga menjelaskan, jika seseorang menjual sebuah parfum yang ternyata mirip aromanya dengan parfum lain yang sudah ada, tetapi menggunakan merek dagangnya sendiri dan tidak pernah menyebutkan merek dagang lain dalam promosinya, misalnya, “Parfum kita mirip dengan CHANEL N°5,” maka orang tersebut tidak melanggar hukum. 

Pasalnya, “Yang menjadi tumpuan identifikasinya adalah merek.” Mengapa merek? Angga menjawab, “Sulit untuk memfiksasi sebuah parfum sebab sifatnya yang volatile tergantung suhu dan ruang penyimpanannya.” Maka dari itu, dalam praktik hukum sekarang, banyak pelaku usaha yang menggunakan UU Merek sebagai media perlindungan hukum untuk parfumnya.

Lain halnya jika dalam mempromosikan produknya, seseorang tersebut dengan terang-terangan menyebutkan, “Parfum kita mirip loh sama CHANEL N°5. Beli ya, Kak,” maka orang tersebut sudah melanggar hak merek dari Chanel. Mengapa? Karena hanya orang yang memiliki hak atas suatu merek yang dapat menggunakan merek tersebut. Oleh UU, ia diberikan kewenangan untuk melarang orang lain menggunakan mereknya. 

Lebih jauh, Angga menjelaskan, “Ke depannya akan timbul pertanyaan, apakah parfum ini diproduksi oleh Chanel juga?”

Bentuk promosi yang demikian berpotensi menimbulkan kebingungan bagi konsumen terkait asal usul suatu barang. “Hal seperti ini membuat konsumen menjadi bingung dan mengaburkan daya pembeda dari parfum terdaftar,” jelas Angga. Hal ini juga memberi kesan adanya pemboncengan reputasi dari merek terkenal yang sudah sering terjadi dewasa ini. Misalnya, dalam kasus sengketa merek antara DC Comics melawan Marxing Farm Makmur yang memperebutkan merek Superman.

DC Comics sudah mendaftarkan merek Superman di berbagai negara. Ketika hendak mendaftarkan merek tersebut di Indonesia, pendaftarannya ditolak. Sebab, sudah ada wafer Superman yang diperdagangkan dan terdaftar lebih dahulu. Dalam salah satu poin gugatannya, kuasa hukum DC Comics menjelaskan bahwa pendaftaran tersebut dilakukan dengan itikad tidak baik dan juga membonceng ketenaran merek Superman milik DC Comics.

Perbuatan di atas akan semakin diperparah jika parfum yang dipromosikan tersebut dengan sengaja dibuat menyerupai parfum lain, mulai dari kemasan, aroma, hingga nama. Hal ini akan mengundang sanksi pidana sebagaimana termuat dalam Pasal 100 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis sebagai bentuk perdagangan produk tiruan.

Ketentuan ini melarang setiap orang dengan tanpa izin menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek dagang terdaftar milik pihak lain untuk menjual barang sejenis (dalam hal ini parfum). Pelanggar dapat dikenai pidana penjara paling lama untuk 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.


Artikel terkait


Berita terkini