Menghargai hasil karya - Bagian 2. Batas tipis antara meniru dan terinspirasi

Read in English

Foto: Hasil karya Kathrin Honesta (kiri) dan hasil karya tiruan dari seorang mahasiswi (kanan)

Foto: Hasil karya Kathrin Honesta (kiri) dan hasil karya tiruan dari seorang mahasiswi (kanan)

Plagiarisme secara umum diartikan sebagai perbuatan di mana seseorang menggunakan karya orang lain yang ia nyatakan sebagai hasil ciptaannya sendiri, baik dengan atau tanpa modifikasi pada sebagian atau seluruh karya tersebut. Karya tersebut kemudian digunakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tanpa seizin pemiliknya. Jelas bahwa plagiarisme merugikan pencipta, baik secara moral maupun material.

Lebih lanjut, plagiarisme diartikan sebagai tindakan yang melanggar hukum apabila karya yang dijiplak adalah objek yang dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Perlindungan hak cipta diberikan dalam ruang lingkup seni, sastra, dan ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap ilustrasi.

Berdasarkan UU Hak Cipta, ada tiga syarat utama yang harus terpenuhi untuk dikatakan terjadi plagiarisme:

  1. Menggunakan karya orang lain tanpa izin (baik dengan dimodifikasi atau tidak);

  2. Digunakan untuk memperoleh keuntungan; dan

  3. Termasuk dalam ruang lingkup perlindungan hak cipta.

Penjelasan tersebut bisa memicu kebingungan karena banyak tindakan plagiarisme yang memodifikasi hasil karya asli, seperti beberapa contoh kasus di artikel pertama. Batas antara plagiarisme dengan inspirasi ini masih sulit untuk ditentukan karena belum adanya kesepahaman antara pemerintah dengan seniman agar tercipta suatu pedoman yang jelas.

Perancang busana dan kreator konten Diana Rikasari menjelaskan, “Plagiarisme terjadi ketika kita menyukai karya seseorang, lalu membuat karya yang benar-benar serupa dan menyatakan karya tersebut sebagai sesuatu yang original. Sebagian orang merasionalisasikan hal ini dengan melakukan sedikit modifikasi, seperti mengubah warna dan membuang elemen tertentu dari karya aslinya. Tetapi, ketika kita melihat keseluruhan karya tiruan tersebut, kita dapat melihat adanya kesamaan di antara karya asli dengan tiruannya.”

Unsur kesamaan di dalam karya seni masih sulit untuk dibedakan karena belum ada pasal dalam UU Hak Cipta yang secara spesifik mengatur terkait hal ini. Pasal 44 UU Hak Cipta hanya menyebutkan pengubahan substansial dalam karya tidak termasuk ke dalam pelanggaran hak cipta apabila digunakan untuk kepentingan pribadi. Banyaknya komponen dalam suatu karya seni ilustrasi perlu menjadi pertimbangan dalam perumusan kedepannya.

Selain itu, banyak hal yang dapat memengaruhi kesamaan dalam suatu karya, tetapi meskipun sama belum tentu dapat dikatakan sebagai tiruan. Hal-hal teknis seperti kesamaan layout tidak dapat serta merta diduga sebagai tiruan, karena bisa saja muncul dari etika dalam mendesain.

Ilustrator Dionisius M. B. Djayasaputra atau Dion memiliki rumusan sendiri mengenai plagiarisme. Apabila sebuah hasil karya terinspirasi dari karya lain, maka hanya ada salah satu faktor kemiripan antara mood, lokasi, komposisi, warna, dan sebagainya. “Tidak bisa mood-nya sama, warna paletnya sama, komposisinya sama, dan sebagainya. Menurut saya apabila ada setidaknya dua aspek yang serupa, maka semakin dekat dengan plagiarisme.”

Bagi Dion, terinspirasi adalah sesuatu yang abstrak, bersifat bebas, dan tidak sepenuhnya sama dengan karya lain. Inspirasi dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, latar belakang, pilihan warna, atau hal-hal lain yang muncul dari dalam batin seseorang.

“Ketika kita menggunakan karya seseorang sebagai inspirasi, karya tersebut menjadi fondasi yang kemudian dipadukan oleh berbagai faktor di atas. Ketika kita meniru terlalu banyak aspek, maka akan lebih mudah untuk disebut sebagai karya tiruan atau plagiarisme,” ucap Dion.

Menurut Diana, meniru dan terinspirasi tidak sama dan di antara keduanya terbentang jurang yang lebar. “Perbedaan di antara keduanya terlihat sangat jelas, hanya saja kita lebih sering memilih untuk menutup mata,” kata Diana.

“Terinspirasi berarti kita berusaha mempelajari latar belakang dari suatu karya. Apa yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut dan membentuk suatu karya baru berdasarkan interpretasi pribadi. Interpretasi ini ditunjang dengan hal-hal lain yang menjadi inspirasi kita saat itu,” tuturnya.

Lebih lanjut, Diana menjelaskan bahwa meniru sah-sah saja selama dilakukan sebagai proses pembelajaran. Plagiat menjadi hal yang tidak boleh ditoleransi ketika mulai ditujukan untuk menghasilkan uang atau ditandai sebagai hasil usaha sendiri.

Perbedaan lain antara hasil karya asli dan plagiat juga bisa ditemukan pada penciptanya. Pencipta original akan mampu untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya melalui karya yang ia buat karena ia terinspirasi melalui suatu hal. Sementara, seseorang yang meniru tidak memiliki cerita tertentu, oleh karena itu karya yang dihasilkan akan terlihat kosong.

Ilustrator Junissa Hardianto menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, terinspirasi berarti menginterpretasikan sesuatu yang sudah ada ke dalam suatu karya dengan ciri khas tersendiri. Junissa sepakat bahwa terinspirasi dari karya seseorang berarti mempelajari karya dan penciptanya, mulai dari pilihan warna hingga teknik dan berbagai aspek lainnya.

“Kesamaan gaya dalam suatu karya bukan berarti meniru, karena pada dasarnya ada banyak teknik yang dapat digunakan. Berbeda dengan plagiarisme yang dapat terlihat jelas,” tutur Junissa.

Selain itu, ada pula hal-hal teknis yang tidak bisa dikategorikan sebagai meniru. Contohnya, menggunakan metode atau teknik serupa seperti pada kasus Suku Home yang pernah dibahas oleh TFR. Banyak yang menganggap plagiarisme terhadap koleksi Suku Home terletak pada teknik batiknya. Teknik batik merupakan cara kerja atau metode, sehingga siapa pun bisa menggunakannya. Plagiarisme dalam kasus Suku Home terletak pada motif yang dihasilkan oleh teknik membatik.

Sama halnya dengan teknik membatik, metode berbisnis dan tipe bisnis tidak bisa dimiliki oleh siapa pun. Lain halnya dengan hasil karya; ada keterbatasan dalam kategori produk dan bisnis. Hal ini terlihat dari jumlah kelas yang bisa didaftarkan di Hak Kekayaan Intelektual dan kategori usaha pada badan hukum.

Koreksi: Kalimat ‘unsur kesamaan di dalam karya seni masih sulit untuk dibedakan. Pasalnya, UU Hak Cipta sendiri belum membahas hal ini’ diubah menjadi ‘unsur kesamaan di dalam karya seni masih sulit untuk dibedakan karena belum ada pasal dalam UU Hak Cipta yang secara spesifik mengatur terkait hal ini. Pasal 44 UU Hak Cipta hanya menyebutkan pengubahan substansial dalam karya tidak termasuk ke dalam pelanggaran hak cipta apabila digunakan untuk kepentingan pribadi. Banyaknya komponen dalam suatu karya seni ilustrasi perlu menjadi pertimbangan dalam perumusan kedepannya.’


Artikel terkait


Berita