Mainstreaming dan komodifikasi dari queer aesthetics

Ditulis oleh Ilman Ramadhanu | Read in English

Sepanjang sejarah, fesyen ialah suatu medium bagi kelompok queer untuk mengekspresikan identitas dan keinginan mereka. Terdapat bukti-bukti yang menggambarkan peran fesyen sebagai sarana komunikasi bagi kelompok queer ketika tak bisa bebas menjadi diri sendiri atau bentuk ekspresi yang sering menjadi sumber inspirasi bagi banyak fashion designer.

Bukti sejarah ini mendukung gagasan yang menjelaskan bahwa inti dari queer aesthetic adalah lebih dari fesyen yang dikenakan, melainkan suatu lambang ketangguhan kelompok queer

Gagasan ini pun digaungkan aktivis queer Indonesia, Noval Auliady, “Sometimes we want to wear certain clothes, tapi kita takut di-looked down upon. Queer aesthetic is a liberation from those norms and wearing what we want to wear without holding back or afraid of those norms and judgment and of course embracing our gender expressions through that”.

Saat ini, makna intrinsik di balik queer aesthetic bak telah terhapus. Hal terlihat dari banyaknya selebritas dan influencer yang tampaknya tak mengidentifikasi diri mereka sebagai queer, meski menggunakan gaya yang secara historis terkait erat dengan identitas kelompok queer.

Salah satu contoh selebritas yang disebut quasi-queer fashion icon ialah Harry Styles. Ekspresi fesyen yang sering digunakannya tampak melampaui batasan gender, seperti blus berenda, anting mutiara, jumpsuit berpayet, dan mantel bulu terus menimbulkan pertanyaan tentang seksualitasnya. Menariknya pertanyaan tersebut selalu dipungkiri oleh Styles.

Gaya Harry Styles ini menginspirasi generasi pria cisgender-heteroseksual (cis-hetero) yang ingin sedikit menantang norma gender tapi tak terlalu jauh sampai mengidentifikasi diri sebagai queer. Hal ini terlihat jelas di TikTok, di mana kita tidak bisa menonton video apa pun tanpa melihat influencer pria cis-hetero dengan anting-anting, kalung, atau cat kuku.

Gaya yang dikenakan selebriti dan influencer non-queer ini terasa lebih mencerminkan tren daripada ekspresi identitas seksual atau gender seseorang. Pelabelan queer aesthetic sebagai tren ini bak dibenarkan oleh industri fesyen yang mencanangkan queerness sebagai rute bisnis yang menguntungkan.

Esquire bahkan menjuluki 2020 sebagai “the year of men-icure". Penjulukan itu adalah suatu respons terhadap tren di industri fesyen yang mengedepankan sisi feminin laki-laki melalui cat kuku. Tren ini diperkuat segudang selebritas laki-laki, yang tampak tidak mengidentifikasikan diri mereka sebagai queer, seperti Lil Yachty, ASAP Rocky, Machine Gun Kelly, Bad Bunny, dan Harry Styles yang jarang terlihat di depan publik tanpa kuku yang penuh warna dan artistik. 

Esquire terbukti benar karena tren ini masih bertahan sampai sekarang, terlihat dari banyaknya brand cat kuku tanpa gender milik nama-nama selebritas di atas.

Misalnya, Machine Gun Kelly yang meluncurkan brand cat kuku, UN/DN LAQR pada 2021. Brand itu dibangun berdasarkan pesan radikal yang timbul dari kebebasan berekspresi individual. Seperti yang disebutkannya kepada Esquire, Individualisme sedang sekarat dan ekspresi diri adalah cara kita menjaga individualisme untuk tetap hidup.

Fenomena pengomodifikasian queer aesthetic ini tak mungkin terjadi tanpa adanya suatu pasar yang dapat membawa profit bagi industri fesyen. Menurut penelitian Gallup, generasi Gen Z lebih cenderung mengidentifikasi diri sebagai queer atau identitas lainnya selain cis-hetero. 

Dalam sebuah wawancara dengan Them, Editor Gallup, Jeffrey Jones, menyebutkan bahwa hal ini karena meningkatnya tingkat penerimaan terhadap kelompok LGBTQ+ di masyarakat Amerika Serikat. Hal ini tampak memiliki dampak langsung pada perilaku pembelian mereka.

Menurut studi lain yang dilakukan Hyojung Kim, Incho Cho dan Minjung Park, konsumen sekarang biasanya lebih memilih merek fesyen berdasarkan bagaimana merek tersebut dapat meningkatkan segi individualitas mereka daripada berdasarkan norma gender.

Dengan fakta bahwa generasi lebih muda dapat lebih bebas mengidentifikasikan diri mereka sebagai queer, sebuah argumen dapat dibuat bahwa queer aesthetics telah secara penuh terasimilasi dengan budaya mainstream sehingga tak lagi dianggap sebagai subversi. Indikasi atas identitas seksual atau gender seseorang pun tidak dapat lagi dibuat dengan berdasarkan bagaimana seseorang mengekspresikan diri, termasuk cara berekspresi di luar biner gender. 

Maka itu, dapat dikatakan, seseorang yang tampak tidak memiliki hubungan apa pun dengan kelompok queer, seperti Machine Gun Kelly, memanfaatkan queer aesthetic untuk kepentingan sendiri dengan alasan adanya obsesi dari Gen Z untuk kebebasan berekspresi adalah sesuatu hal yang sah-sah saja, karena queer aesthetic telah menjadi tren milik bersama.

Namun, mengingat sejarah dari queer aesthetic serta perannya dalam kehidupan kelompok queer, argumen seperti itu dapat dianggap tidak adil. Terutama ketika masih banyak teman-teman queer yang kini masih menerima penganiayaan sosial karena mengekspresikan identitas mereka secara autentik. Contohnya, Trevor Wilkinson, siswa sekolah menengah di Texas yang menerima skors karena memakai cat kuku ke sekolah di “the year of men-icure". 

Bagi Noval, komodifikasi queer aesthetic yang dilakukan oleh banyak selebritas sedikit mengecewakan terutama karena dapat mengambil keuntungan tanpa adanya tanggung jawab sosial, “What I don't like is that these celebrities are using queer aesthetics without addressing the real situations, the discrimination, violence and criminalisation,” ujar Noval.

Pengomodifikasian queer aesthetic yang dilakukan selebritas non-queer, yang melepaskan diri dari tanggung jawab sosial, tampak mendevaluasi maknanya dengan memperlakukannya sebagai tren. Nilai-nilai sejarah yang menunjukkan queer aesthetic sebagai simbol perlawanan terkontaminasi dan dijadikan suatu hal yang tidak bermakna, seperti cat kuku. 

Menurut Noval, akhirnya, semua kembali ke maksud dan tujuan selebritas tersebut. “These celebrities are more than just a person but also a brand trying to sell something. Jadi, kita harus juga lihat intention mereka, apakah mereka menggunakan hal tersebut karena memang hold the same value as us atau mereka menggunakan queer aesthetic because it sells”.

[Queer aesthetic] is more than just an aesthetic it represents years of fighting and the expression of power,” terang Noval mengulangi suatu sentimen yang paling tepat untuk menggambarkan peran intrinsik fesyen bagi kelompok queer

Ketika semua mata dari industri fesyen dan budaya populer tertuju pada budaya dan estetik dari kelompok queer, ada satu harapan optimis. “I hope teman-teman queer bisa acknowledge, belajar, and proud of the (queer) culture and history. [Our] fashion and aesthetics are always progressing. I hope teman-teman queer tidak malu dan takut untuk express themselves and to be visible, and for once just try to embrace it because it's fun,” harap Noval.


Artikel terkait


Berita terkini