Baby Boomers: Pasar yang belum dijangkau e-commerce

Read in English

boomers & e-commerce (web)-02.png

Baby Boomers, atau lebih dikenal sebagai ‘Boomers,’ adalah generasi yang lahir pada tahun 1946-1964 dan saat ini berusia antara 56 dan 74 tahun. Pada tahun 2019, ada 33,6 juta penduduk Indonesia yang masuk ke dalam kategori Boomers, atau 12.5% dari 268 juta penduduk negara kita. Mereka adalah generasi yang merasakan periode awal kemerdekaan Indonesia dan beranjak dewasa pada dekade 1970an dan 1980an.

Milenial (1981-1996) dan Generasi Z (1997-2010) berkontribusi 85% terhadap total jumlah transaksi e-commerce di Indonesia. Namun, rata-rata nilai transaksi Generasi X (1865-1980) dan Baby Boomers tercatat lebih tinggi, dan frekuensi rata-rata transaksi masyarakat Indonesia untuk semua umur adalah 17 -20 kali per tahun. Tak dapat dipungkiri, Boomers telah menikmati jasa belanja online lebih dari yang kita perkirakan.

Boomers adalah segmen yang kerap terlupakan dalam dunia e-commerce, mengingat kebanyakan situs belanja daring lebih mengutamakan Milenial dan Generasi X dalam upaya pengembangan dan promosi mereka. Strategi ini tidak salah, namun pilihan ini bisa jadi mengabaikan Boomers yang berpotensi menjadi konsumen jangka panjang dan bernilai tinggi.

Pandemi COVID-19 yang masih berlangsung pun makin memopulerkan belanja online di kalangan Boomers. Sebuah penelitian baru oleh Facebook IQ mengungkap bahwa 43% Generasi X dan Baby Boomers mencatat kenaikan pengeluaran belanja online sejak pandemi dimulai. Terdapat 12 juta pengguna e-commerce baru di Indonesia dalam tiga bulan pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar saja, dan Boomers adalah bagian dari kelompok ini.

Boomers memiliki kebiasaan dan preferensi berbelanja yang berbeda dari generasi-generasi yang lebih muda. Misalnya, 84% generasi Boomers masih memilih untuk datang langsung ke toko dan melihat barang pilihannya sebelum memutuskan untuk membeli. Mereka juga sangat menghargai kemudahan berbelanja dan pelayanan konsumen yang baik.

Faktanya, 67% Boomers mengatakan bahwa bila barang yang mereka cari ada di toko fisik dan e-commerce, mereka lebih memilih datang langsung ke toko. Hal ini dikarenakan pelayanan khusus yang ditemukan di toko fisik dan tidak ada di toko online. Selain itu, rasa percaya dan ulasan konsumen lain sangat penting untuk generasi Boomers, sehingga ulasan positif dari sesama pelanggan sangat berguna untuk mengundang konsumen Boomers berbelanja.

Rekan-rekan generasi Baby Boomers yang TFR wawancarai mengaku bahwa mereka kerap membeli makanan dan peralatan rumah tangga, seperti perlengkaan hiburan dan elektronik, peralatan memasak, peralatan berkebun, dan bahkan ikan cupang, dari situs e-commerce. Namun, lain halnya dengan Milenial dan Generasi Z, Boomers kurang tertarik berbelanja pakaian lewat situs atau aplikasi daring. Ibu Lisa (60), salah satu responden, mengatakan bahwa dirinya tidak pernah berbelanja pakaian di e-commerce karena takut mendapatkan ukuran yang salah.

Belanja online memang sedang berkembang di kalangan Boomers, namun belum semuanya dapat menerima atau tertarik mencoba. Salah satu faktor yang paling sering disampaikan sebagai alasan mengapa Boomers menolak menggunakan e-commerce adalah sulitnya menggunakan aplikasi atau situs belanja. Bapak Muchlis (58) mengaku dirinya hanya menggunakan Tokopedia dan Grab untuk berbelanja online karena keduanya dianggap simple dan mudah dipakai. Baginya, tantangan terbesar dalam menggunakan situs atau aplikasi e-commerce adalah mempelajari tata cara dan prosedur aplikasi tersebut.

Sementara itu, Ibu Lisa dan Ibu Itta (59) mendapati proses pembayaran di e-commerce sulit dipahami. “Saya takut salah bayar, atau salah pesan, atau bagaimana harus claim kalau mendapat barang yang rusak,” tutur Ibu Lisa. Yang menarik, tidak seperti generasi yang lebih muda, isu terkait perlindungan data pribadi tidak menjadi faktor yang menghalangi generasi Boomers untuk mencoba e-commerce.

Satu hal yang pasti, para Boomers menyambut baik kehadiran e-commerce, dan daya beli mereka cukup kuat, namun mereka harus dilayani dengan cara yang berbeda dari cara e-commerce umumnya melayani generasi muda. Para pemasar dan perusahaan e-commerce perlu menyadari potensi generasi Baby Boomers dan merespon permintaan pasar tersebut dengan tepat agar tidak kehilangan segmen yang menjanjikan ini.

Memahami apa yang dicari oleh Baby Boomers dan area mana yang harus diperbaiki untuk menghasilkan penjualan yang lebih baik sangat penting bagi perusahaan-perusahaan e-commerce. Secara umum, sebuah perusahaan harus menyediakan pelayanan konsumen yang baik, menggunakan tampilan yang sederhana dan mudah digunakan, menggunakan tulisan yang tepat, singkat, dan sarat makna, ‘menangkap’ konsumen di habitat alami mereka, dan menyediakan konten pendukung seperti video.

Baby Boomers sangat menghargai pelayanan konsumen yang baik dalam pengalaman pelanggan mereka. Seperti dibahas sebelumnya, sebagian besar Boomers lebih memilih toko fisik dikarenakan layanan pribadi yang disediakan oleh toko-toko tersebut. Karena itu, sangat disarankan bagi penjual daring untuk menyediakan perwakilan yang siap melayani calon pembeli, misalnya dengan menyediakan fitur telepon atau chat yang mudah dicari dan diakses.

Ibu Itta menuturkan bahwa dirinya lebih menyukai Instagram dibanding situs e-commerce untuk berbelanja online, “Lebih enak, karena bisa langung kontak penjualnya. Saya hanya memakai Tokopedia kalau saya tidak menemukan barangnya di Instagram.” Memang, para penjual di Instagram kerap menaruh nomor telepon yang dapat dihubungi di laman mereka, sementara kebanyakan situs e-commerce seperti Tokopedia hanya menyediakan fitur chat.

Kemudian, user-friendliness sangat penting. Lebih dari itu, situs atau aplikasi e-commerce harus mengusung aksesibilitas digital. Jika tidak, bisa jadi segmen Boomers justru mengurungkan niat untuk mencoba aplikasi atau situs e-commerce. Ibu Lisa, contohnya, tidak suka menggunakan situs Shopee karena layarnya terlalu ‘penuh’ baginya.

Aksesibilitas digital merujuk pada betapa mudahnya sebuah aset dapat dilihat, digunakan, dan dipahami oleh berbagai pengguna. Bagi berbagai situs atau aplikasi e-commerce, sangat direkomendasikan untuk menggunakan huruf ukuran besar, menerapkan kontras visual, dan menggunakan ukuran yang pas untuk buttons, terutama untuk perangkat seluler. Idealnya, sebuah button berukuran setidaknya 44 pixel untuk mengakomodasi ukuran jari di perangkat seluler.

Di samping itu, perusahaan-perusahaan e-commerce perlu memahami copywriting seperti apa yang efektif untuk mengkomunikasikan pesan ke segmen Baby Boomers. Untuk segmen ini, menggunakan bahasa ‘gaul’ tidak dianjurkan, karena menggunakan kata-kata yang terlalu spesifik ditujukan untuk satu generasi tertentu akan mengasingkan konsumen lain, mengakibatkan miskomunikasi, dan berujung ke ketidakjelasan makna. Copywriting yang efektif untuk Baby Boomers adalah yang menjaga tata bahasanya tetap jelas dan singkat – dapat didukung oleh bullet points –, berfokus pada esensi dari pesan yang disampaikan, dan sederhana agar mudah dicerna.

Yang juga penting adalah bagaimana perusahaan-perusahaan e-commerce dapat memosisikan diri di ‘habitat alami’ konsumen. Dalam hal ini, habitat alami Baby Boomers di ranah daring adalah Facebook. Facebook merupakan media sosial yang paling disukai Baby Boomers untuk berhubungan dengan orang-orang tercinta dan mendapatkan informasi. Karenanya, iklan Facebook menjadi sangat berguna untuk menyasar segmen ini. Perusahaan-perusahaan dan pemasar dapat menggunakan pilihan penargetan segmen dan penargetan lanjutan untuk mengidentifikasi dan menyasar Boomers di Facebook.

Generasi X dan Baby Boomers saat ini tengah mendominasi pertumbuhan global telepon seluler dan e-commerce. Forbes melaporkan bahwa Boomers menggunakan ponsel mereka selama rata-rata lima jam per hari, tidak jauh berbeda dari Milenial yang menggunakan ponsel mereka selama rata-rata lima setengah jam atau lebih. Informasi pemakaian perangkat seluler oleh generasi Boomers akan berguna bagi perusahaan yang sedang memformulasikan strategi penetrasi ke generasi Boomers via ponsel.

Terakhir, perusahaan-perusahaan e-commerce dapat mempertimbangkan penggunaan video untuk mengomunikasikan pesan-pesan sebuah produk. Secara umum, Baby Boomers menyukai video dengan format yang lebih lambat dan menjelaskan konsep produk dengan detil. Seperti dijelaskan sebelumnya, Baby Boomers kerap menggunakan Facebook dan 85% video di Facebook ditonton tanpa menggunakan suara. Karena itu, teks penjelasan sangat disarankan. Selain itu, visual yang menarik, pilihan huruf yang besar, dan kalimat yang singkat juga sesuai dengan preferensi Baby Boomers.

Foto: Pos keranjang Ibu Lisa

Foto: Pos keranjang Ibu Lisa

Meski dapat dikatakan bahwa pandemi COVID-19 ikut memopulerkan belanja online di kalangan Boomers, bukan berarti tren ini akan berakhir ketika pandemi usai. Semakin banyak generasi Baby Boomers yang telah terekspos pada seru dan mudahnya berbelanja online, dan mereka tidak akan meninggalkannya begitu saja, bahkan ketika mereka bisa kembali berbelanja ke luar rumah.

Ibu Lisa melihat bahwa dirinya akan tetap berbelanja online walaupun berbelanja langsung ke toko atau pasar sudah kembali aman, “Karena saya menghemat bensin, dan tidak perlu repot-repot menenteng belanjaan. Tapi kalau makanan basah nggak akan beli di e-commerce lagi, kurang segar,” tuturnya.

Dengan bantuan anak perempuannya, Ibu Lisa bahkan sudah menyediakan dua pos yang dilengkapi keranjang untuk menampung paket di rumahnya. Untuk beberapa waktu ke depan, dirinya tidak ada rencana untuk membereskan kedua pos tersebut.


Related articles