Menyasar Gen Z, merek minuman lokal milik ATERIA Group utamakan komunitas sebagai strategi pemasaran

Ditulis oleh Haiza Putti | Read in English

Setelah sukses dengan gerai waralaba kopi dan salad, ATERIA Group meluncurkan merek minuman REVIVE Smoothies, merek lokal pertamanya.

Tidak seperti bisnis F&B pada umumnya, REVIVE Smoothies gencar melakukan pemasaran di komunitas dan meluncurkan merchandise untuk menarik perhatian target utamanya, yaitu Gen Z.

“Dulu mungkin branding lebih dikesampingkan karena bisnis F&B berpikir yang penting cuan. Tapi sejak 2015 ke atas, F&B mulai memerhatikan branding dan mementingkan karakter,” ungkap Manajer Brand REVIVE Smoothies Rafii Saztura.

Rafii juga melihat Gen Z sebagai generasi yang kritis. Gen Z tak lagi tertarik membeli barang yang tak memiliki nilai lebih di luar produknya. Gen Z mengutamakan merek yang bisa memberi dampak baik lewat bisnisnya. 

Oleh karena itu, rasa percaya perlu dibangun dengan memasuki keseharian Gen Z. Siasat kolaborasi bersama komunitas pun menjadi salah satu strategi penting. 

REVIVE Smoothies mengutamakan persebaran yang menjalar lewat komunitas penyuka produknya, ketimbang mengejar kuantitas. Salah satunya dilakukan lewat kegiatan sunday morning ride (berkendara pada Minggu pagi) bersama komunitas Vespa dan pesepeda Jakarta Selatan sebagai langkah awalnya. REVIVE Smoothies juga mendukung berbagai acara musik, misalnya Playfest by Narasi beberapa waktu silam. 

Bagi Rafii, komunitas juga menjadi penyokong bisnis yang penting karena metode word of mouth” (dari mulut ke mulut) masih menjadi penentu kesuksesan sebuah bisnis. Solidnya komunitas diharapkan dapat meningkatkan angka penjualan secara berkelanjutan.

Selain itu, tren fesyen pun turut memengaruhi branding dan strategi pemasaran REVIVE Smoothies. Rafii mengungkapkan, aset visual dan maskot REVIVE Smoothies terinspirasi dari gaya grafis jenama-jenama fesyen independen.

REVIVE Smoothies juga meninggalkan metode hard sell, dengan mengutamakan bentuk promosi yang membangun kedekatan dengan audiens media sosial. “Kita selalu bilang (kepada influencer) tidak diwajibkan review seperti food blogger, biar saja mereka masukin REVIVE Smoothies ke kegiatan sehari-hari mereka. Semisal ada yang sambil OOTD (outfit of the day),” jelas Rafii.

Media sosial dan jenis konten sebagai kunci

Riset McKinsey menyebut bahwa Gen Z menghabiskan lebih banyak waktunya di media sosial dibanding usia lain di Asia, dan mereka sangat cermat dan kritis terhadap kehadiran bisnis daring yang beredar. Media sosial pun menjadi penentu keputusan Gen Z dalam berbelanja, dan mereka lebih menyukai konten berbentuk video dibanding yang lainnya.

Senapas dengan pernyataan McKinsey, Rafii melihat bahwa pilihan platform media sosial yang berkembang saat ini menjadikan mereka pusat konten dengan fungsi dan karakter yang unik satu sama lain. Lewat platform seperti Instagram dan TikTok, sebuah merek akan mendapat dampak yang berbeda.

“Instagram itu lebih straightforward (terang-terangan) dan aesthetic (indah), kalau TikTok itu seperti story-telling (cerita),” jelas Rafii kepada TFR.

Media sosial menjadi wajah sebuah merek dalam mencapai pelanggannya. Rafii menambahkan bahwa akun media sosial sebuah merek harus merefleksikan nilai yang dijunjungnya dengan baik.

Usaha menarik perhatian Gen Z pun harus diikuti dengan kesadaran bahwa generasi yang tumbuh di era percepatan Internet dan teknologi ini lebih menyukai merek yang  “membumi”, sehingga tata bahasa yang santai dan konten yang “real” menjadi strategi yang jitu.

Yang terpenting, berani membuka ruang dialog merupakan kunci bagi bisnis masa kini dalam menghadapi Gen Z.

“Dengarkan, kurasi, dan dicari solusinya,” tutur Rafii.


Artikel terkait


Berita terkini