Gaya vs identitas visual: Apa perbedaannya?

Read in English

Kasus Twisted Vacancy membuka perdebatan baru dalam seni: Apa perbedaan antara gaya dan identitas visual?

Mari ambil salah satu gaya seni yang paling populer sebagai contoh: manga. Manga adalah sebuah bentuk gaya, dan terdapat banyak karakter manga yang dibuat oleh seniman Jepang. Namun, karya yang diproduksi dalam gaya manga memiliki perbedaan inheren. Contohnya, Doraemon dan Sailor Moon. Meski sama-sama manga, keduanya tidak memiliki kemiripan satu sama lain.

Gaya merujuk pada bagaimana seseorang menciptakan imaji mereka, baik melalui penggunaan kamera, warna, nada, tipografi, pola, ruang, komposisi, dan sebagainya. Mencari tren bisa menjadi cara untuk mengetahui apa itu gaya. Gaya tidak bisa dimiliki seseorang secara eksklusif. Gaya adalah teknik atau metode.

Di sisi lain, imaji, warna, dan gaya artistik berkontribusi pada identitas visual kita. Kuncinya adalah bagaimana kita bisa memahami bagaimana berbagai komponen ini menyampaikan pesan mengenai siapa kita, apa yang kita perjuangkan, dan mengapa mereka harus melekat pada diri kita. Berbagai budaya, perilaku, dan keyakinan akan menumbuhkan identitas visual.

“Gaya adalah metode mengenai bagaimana membuat karya seni Anda. Identitas visual adalah representasi dari Anda, apa keyakinan Anda, dan apa cita-cita Anda dalam seni Anda,” kata fotografer Dave Teru

Ilustrator Anindya Anugrah, yang menggunakan nama Phantasien di media sosial, menerjemahkan gaya sebagai teknik. “Gaya itu teknik, seperti teknik menciptakan karya seni yang bisa dikategorisasikan ke gerakan-gerakan tertentu. Sebagai contoh, sapuan kuas khas dalam karya seni impresionis, karakteristik garis yang khas pada art nouveau, dan sebagaimya.”

Identitas visual menurut Anindya adalah gaya khas yang menunjukkan individualitas seorang seniman. “Biasanya ditunjukkan melalui narasi yang seringkali diangkat - yang datang dari pengalaman pribadi sang seniman atau kesukaan dan ketidaksukaannya atau nilai sentimental yang ingin ditunjukkan seniman tersebut. Oleh karena itu, objek dalam gambar secara simbolis atau berulang kali digunakan dengan tujuan untuk 'memenuhi' narasi tersebut.”

Fotografer asal Indonesia Hengki Koentjoro dan fotografer asal Perancis Alexandre Manuel mengabadikan gambar lanskap dalam nuansa hitam putih yang tak terbatas. Hengki fokus pada pemandangan alam Indonesia, sementara Alexandre menyelami dunia pemandangan alam di seluruh dunia. Sungguh menakjubkan bagaimana dua fotografer memiliki spesialisasi dalam kategori fotografi yang sama dan gaya yang serupa, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Dalam foto-foto Hengki, ada nuansa tekstur, bentuk, dan garis yang jelas – foto-fotonya menyoroti garis batas kegelapan dan cahaya, bayangan, dan sorotan. Foto-foto karyannya mencolok dan berani, Dapat dilihat bahwa ada nuansa kompleksitas dari dua hal yang berlawanan.

Di sisi lain, foto-foto yang dibuat Alexandre dipenuhi dengan dramatisasi dari lanskap yang lebih sunyi dan tenang yang dapat ditemukan di planet ini. Hasilnya tak lekang oleh waktu dengan aura luminositas alih-alih kegelapan. Karyanya memiliki gaya elegan yang diraih melalui penggunaan teknik eksposur panjang untuk secara alami merekam tensi di dalam yang ada dan yang tidak ada. Gambar-gambarnya alami dan memberi pemirsa secercah rasa kedamaian. 

Kedua seniman berbakat ini memiliki gaya unik dan karakteristik yang membuat mereka berbeda satu sama lain. 

Fotografer lihai dalam bercerita dengan gambar. Masing-masing memiliki identitas dan gaya artistiknya sendiri. Fotografer perintis seperti J.P. Ball dan Augustus Washington menangkap potret masyarakat kulit hitam dan Washington memotret anggota kelas atas dan menengah Liberia sebagai cara untuk menciptakan citra Afrika yang baru dijajah kembali.

Saat ini fotografer kulit hitam kontemporer seperti Deana Lawson melanjutkan warisan ini. Potret-potretnya mewakili cerita tentang kondisi sosio-politik dan merupakan representasi visual tentang apa itu budaya dan kehidupan kulit hitam. Inilah yang disebut visi dan gaya fotografis. 

Dalam fesyen, dengan berbagai gaya dan selera yang beragam, secara visual lebih mudah untuk menggambarkan dan membedakan satu desainer dengan desainer lainnya. Namun, untuk gaun pengantin, garis ini bisa kabur. Pilihan warna terbatas, tetapi secara tradisional, banyak pengantin yang memilih gaun putih. Gaun pengantin adalah ceruk yang bagi beberapa "mirip," namun sebenarnya rumit karena setiap rumah mode dan perancang memiliki gaya dan elemen khasnya masing-masing, yang membedakan mereka satu sama lain.

Foto: Gaun pengantin Lily of The Valley dari Monique Lhuillier (kiri) dan gaun pengantin Penny dari Marchesa (kanan). Keduanya memiliki siluet serupa namun tetap terlihat perbedaannya

Foto: Gaun pengantin Lily of The Valley dari Monique Lhuillier (kiri) dan gaun pengantin Penny dari Marchesa (kanan). Keduanya memiliki siluet serupa namun tetap terlihat perbedaannya

Contoh desainer pengantin terkenal di dunia adalah Monique Lhuillier dan Marchesa. Keduanya adalah perancang pakaian pengantin mewah dan merek yang sangat populer. Desain dan gaya khas Marchesa adalah korset, bunga 3D sebagai sentuhan akhir, renda guipure, dan kerudung yang serasi. Georgina Chapman, perancang busana Marchesa, memiliki estetika yang lebih tradisional.

Elemen lapisan dan pembuatan rangka adalah fondasi desain. Pakaian pengantin menekankan siluet dan bentuk. Selain itu, cara mereka membiarkan kain menggantung dan mengalir menjadikan Marchesa revolusioner dalam hal gaya. 

Monique Lhuiller membawa tampilan modern ke gaun pengantin, dengan siluat yang jauh lebih unik - seperti proporsi lengan yang besar dan rok gaya flamenco, detail hiasan yang dramatis, renda, serta ekor yang mewah. Keistimewaan Monique Lhuillier adalah kecintaannya pada hiasan bunga dan renda bunga skala penuh.

Dengan permainan setelan celana, bolero yang dapat dilepas, dan tampilan yang disesuaikan dengan pemakainya, Monique Lhuillier menawarkan kebaruan tradisional yang tidak konvensional dengan sentuhan edgy. Marchesa dan Monique Lhuillier pada dasarnya menciptakan satu konsep, yaitu pakaian pengantin, tetapi menekankan pada elemen dan desain tertentu yang membuat merek mereka dikenal dengan gaya khasnya.

Gaya mengacu pada langkah atau proses menciptakan seni untuk membangun "citra" tertentu, sementara identitas visual mengacu pada kumpulan elemen fisik yang membentuk gaya. Identitas visual adalah ciri khas yang memberikan kepribadian tersendiri. Keduanya berperan dalam cara seniman menciptakan dan bagaimana hal itu diwujudkan dalam hasil akhirnya.

Mengembangkan identitas visual

Ketika kita mendengar kata seniman, kita sering membayangkan seseorang yang berkarya dalam keadaan isolasi, yang benar adanya dalam beberapa kasus. Hal ini dapat ditelusuri kembali ke Era Romantis di mana para jenius di bidang musik, lukisan, dan sastra seperti Edgar Allan Poe, Beethoven, dan Francisco Goya berkarya sebagai sarana untuk mengekspresikan individualisme mereka: emosi, imajinasi, dan eksperimen.

Namun, pada Era Barok, masyarakat bekerja sama di studio dan sekolah untuk melestarikan pelatihan artistik. Mereka menekankan kolaborasi. Karya seni diharapkan memiliki gaya yang konsisten. Misalnya, Peter Paul Rubens dan Jane Brueghel menciptakan lebih dari 20 lukisan bersama. Ruben mengkhususkan diri pada potret, sementara Brueghel mengkhususkan diri pada gambar alam yang hidup, yang dapat dilihat dalam lukisan Madonna in a Garland of Roses.

Foto: Madonna in a Garland of Roses oleh Peter Paul Rubens dan Jan Brueghel

Foto: Madonna in a Garland of Roses oleh Peter Paul Rubens dan Jan Brueghel

Aspek lain dalam mengembangkan identitas visual adalah memiliki muse atau inspirasi. Ini adalah cara bagi seniman untuk menarik ide-ide baru dan lebih lanjut membantu mereka untuk berkembang. Setiap perancang busana memiliki muse dan inspirasi mereka sendiri.

Virginie Viard meluncurkan koleksi couture Chanel 2020-21 Fall/Winter dengan desainer Karl Lagerfeld yang telah meninggal dunia. Dia mengimajinasikan kembali merek tersebut melalui hari-hari awal Lagerfeld di mana dia menemani para perempuan penuh gaya di 'Le Palace' yang sangat eksentrik dan mengenakan gaun taffeta gaya punk rock dengan bulu-bulu dan perhiasan yang megah.

“Sebagai seniman yang tidak memiliki latar belakang seni sebelumnya, saya telah membuat karya seni sejak 2011, tetapi saya baru menemukan narasi yang cocok di awal 2017 (setelah kembali dari perjalanan ke Eropa selama dua bulan dan mengunjungi beberapa museum yang menyimpan seni abad pertengahan dan mengamati mereka secara detail - mendapat inspirasi ketika saya kembali). Sesudah itu, saya menemukan komposisi yang merefleksikan obsesi saya terhadap seni zaman pertengahan dan saya mencoba menggunakannya secara konsisten. Saya masih bereksperimen dan seringkali menganalisa apakah identitas visual yang saya aplikasikan sudah sesuai dengan cerita yang ingin saya sampaikan,” tutur Anindya.

“Ada banyak pencarian jiwa. Mungkin awalnya terasa mudah, tapi Anda biasanya banyak meragukan diri Anda sendiri, kembali ke titik awal dan mengulang lagi dan lagi sampai Anda benar-benar yakin bahwa itu ‘milik Anda,’” ucap Dave. “Banyak baca, konsumsi banyak media, dan bangun perpustakaan referensi mental. Pilih pahlawan, mentor, dan sumber inspirasi, kemudian eksplorasi, bereksperimen, gagal, sukses, ragu, ulang lagi, dan akhirnya berhasil,” lanjutnya. 

Fotografer Angga Pratama mendorong seniman baru untuk bereksperimen dengan semua hal. Seniman adalah seseorang yang menciptakan. Seniman bukan hanya seniman tato, pelukis, dan sebagainya. Mereka adalah pencipta.”

Seiring tren yang terus berkembang, penting bagi seniman untuk menemukan ceruk pasar mereka. “Sebuah karya seni akan terus berkembang seperti senimannya (baik secara psikologis maupun fisik), itulah mengapa saya percaya tidak terbatas kemungkinan seorang seniman untuk mengubah gaya atau mengeksplorasi gaya lain yang dia rasa akan lebih 'pas' dengan narasi yang ingin dia ceritakan,” kata Anindya.

Ilustrasi penting karena memiliki potensi untuk membayangkan kembali kehidupan dengan cara yang akrab dan tidak biasa, yang sangat membantu ketika menjelaskan konsep yang kompleks. Ini adalah cara efektif untuk unjuk diri dan dengan mudah menyampaikan perasaan yang rumit.


Artikel terkait


Berita