Pengabaian, intervensi, dan tindakan sepihak Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terhadap DKJ melahirkan mosi tidak percaya

Read in English

Dewan Kesenian Jakarta pada Jumat (17 Desember) mengutarakan keresahannya terhadap kinerja Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana. Mosi Tidak Percaya DKJ berhubungan dengan dugaan atas pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Akademi Jakarta (AJ) dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Dewan Kesenian Jakarta menilai telah terjadi pengabaian, intervensi dan tindakan sepihak (fait accompli), yang dinilai memiliki dampak potensi gagalnya program-program DKJ dan bubarnya struktur organisasi dan sistem yang mengatur operasional pelaksanaan program-program DKJ. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Kesenian Jakarta Danton Sihombing.

Sejumlah kasus intervensi kepala Dinas Kebudayaan terhadap independensi DKJ dipaparkan pada konferensi pers.

  1. Kasus pengambilalihan presentasi program dan anggaran DKJ tahun 2022 oleh kepala Dinas Kebudayaan. Seharusnya hal tersebut dipresentasikan dan dipertanggungjawabkan oleh DKJ di harapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

    Tindakan tersebut memunculkan kekhawatiran adanya ketidaksampaian latar belakang, maksud, tujuan, serta sasaran tiap program yang disebabkan oleh minimnya pemahaman  kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan kepala Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki (PKJ-TIM) mengenai program-program DKJ. Terlebih lagi, terjadi kecerobohan fatal, yaitu pihak yang mempresentasikan membawa dokumen program dan anggaran yang tidak sesuai dengan pengajuan terakhir yang disusun oleh DKJ.

  2. Di luar kasus program dan anggaran, terjadi keputusan sepihak terhadap keberlangsungan pekerja tetap DKJ.

    Dalam rapat pleno pada 7 April 2021, DKJ telah mengajukan dokumen Pedoman Kerja (PK) DKJ sebagai turunan dari Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2020. Dokumen tersebut diharapkan menjadi landasan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan teknis, sistem, dan mekanisme operasional keorganisasian AJ dan DKJ. Sayangnya, sejak dikirim melalui UP PKJ TIM pada tanggal yang sama, kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tak kunjung menindaklanjuti hal tersebut.

    Selanjutnya, pada 27 November 2021, DKJ bersurat kepada  kepala Dinas Kebudayaan terkait hal tersebut. Hasil yang didapat adalah keputusan sepihak dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yang menyatakan putusan atas UP PKJ-TIM yang hanya menerima empat pekerja DKJ dengan status sebagai pekerja kontrak. Sementara, jumlah pekerja DKJ adalah 25 orang yang berstatus sebagai pekerja tetap.

    DKJ menindaklanjuti kasus ini dengan bersurat kepada gubernur DKI Jakarta pada 16 November 2021. Akhirnya, diadakan audiensi di Balaikota DKI Jakarta pada 14 Desember 2021 yang dipimpin oleh asisten kesejahteraan rakyat dan didampingi oleh kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. 

    “Pada audiensi tersebut pekerja tidak menyepakati opsi-opsi yang ditawarkan, karena opsi-opsi tersebut dianggap merugikan status mereka sebagai pekerja tetap di DKJ. Melihat ketidakadilan yang disebabkan oleh langkah-langkah keputusan Dinas Kebudayaan di bawah pimpinan kepala Dinas Kebudayaan DKi Jakarta, maka 25 orang pekerja DKJ ini telah melaporkan permasalahan ini ke Lembaga Bantuan hukum (LBH) Jakarta pada 6 Desember 2021,” tutur Ketua Komite Sastra Avianti Armand.

    Anita Dewi Puspita Hutasuhut, perwakilan pekerja DKJ, menyatakan bahwa selain melaporkan kasus tersebut ke LBH dan mengikuti audiensi bersama Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, upaya lain yang telah dilakukan adalah mendaftarkan serikat pekerja DKJ ke Dinas Ketenagakerjaan pada 6 Desember 2021.

  3. Kasus terakhir berhubungan dengan pengelolaan PKJ-TIM.

    Akademi Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta seharusnya berkedudukan sebagai mitra advokasi pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk kebijakan seni di Jakarta. Konsep Simpul Seni yang telah dipaparkan DKJ pada Rapat Pimpinan Gubernur Diskusi Strategis Advokasi Kesenian DKJ pada 30 Agustus 2021 diharapkan dapat mewujudkan ekosistem kesenian Jakarta yang sehat dan berkelanjutan, di mana PKJ-TIM termasuk di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa PKJ-TIM tidak dapat dilepaskan dari keberadaan DKJ, AJ, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

    Selama persoalan rencana pengelolaan PKJ-TIM pasca-revitalisasi berlangsung, telah diadakan sejumlah focus group discussion (FGD) dan pertemuan-pertemuan strategis dengan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan masyarakat seniman yang hanya melibatkan Jakpro, tanpa melibatkan DKJ dan AJ. 

    Gubernur DKI Jakarta mengarahkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) setelah rapat pimpinan dengan gubernur pada 30 Agustus 2021, untuk menindaklanjuti pembicaraan mengenai pengelolaan PKJ-TIM dengan DKJ dan Jakpro.

    Kemudian, kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengadakan rapat dengan DKJ pada 21 September 2021 dan memaparkan empat opsi pengelolaan PKJ-TIM dan Jakpro. Dalam rapat tersebut, diraih kesepakatan terhadap opsi pengelolaan dengan pola Pengelolaan keuangan Badan Layanan umum Daerah (PPK BLUD).

    Berdasarkan kesepakatan tersebut, DKJ mengajukan rekomendasi kepada gubernur DKI Jakarta agar pengelolaan PKJ-TIM sebaiknya dijalankan dengan skema public service obligation (PSO) yang mengutamakan program tak berbayar bagi publik untuk dapat mengakses berbagai kegiatan kesenian. Pengelolaannya mengambil sumber dana dari APBD. 

    DKJ menyayangkan apa yang terjadi selanjutnya, yaitu rapat pimpinan lanjutan dengan gubernur DKI Jakarta pada 30 November 2021. Pada rapat tersebut, kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan direktur utama Jakpro tampil selaku pemapar masalah progres pembangunan dan rencana pengelolaan PKJ-TIM. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengirimkan undangan terkait pertemuan tersebut hanya 16 menit sebelum rapat dimulai. Akibatnya, DKJ kehilangan kesempatan untuk memaparkan rekomendasi pengelolaan PKJ-TIM.

  4. Hal lain yang disayangkan DKJ adalah keputusan sepihak dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terhadap media informasi dan komunikasi resmi proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki.

    Muncul logo baru PKJ-TIM yang bersandingan dengan logo Jakpro dalam unggahan-unggahan akun instagram wajahbaru_tim. Logo tersebut dibuat tanpa sepengetahuan AJ dan DKJ. 

Kasus-kasus yang dipaparkan berlandaskan atas tindakan untuk mencampuri dan mengintervensi DKJ sebagai lembaga independen dan non-struktural pemerintah daerah di bidang kesenian oleh kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Tindakan-tindakan tersebut dianggap memperlemah peran dan tata kelola kelembagaan DKJ.

Dewan Kesenian Jakarta menuntut pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk mempertahankan keberlanjutan kerja 25 orang pekerja DKJ yang berstatus pekerja tetap dan tidak ada perubahan gaji, uang transportasi dan makan, serta BPJS yang keseluruhannya akan diberlakukan mulai Januari 2022. Selain itu, DKJ mengharapkan kembalinya indepensi, kewenangan, fungsi, dan peran organisasi DKJ sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2020.


Artikel terkait


Berita