Kekuatan visual album

Read in English

Album-art-cover-2.jpg

Tidak peduli seberapa bagus sebuah album melukiskan sebuah gambar, goresan pertama yang menentukan tetap dibutuhkan. Dunia tanpa sampul album sepertinya sulit dibayangkan. Tetapi, dengan matinya distribusi album fisik dan makin bertambahnya media yang tersedia untuk beriklan, gagasan tersebut tampaknya tidak terlalu jauh dari kenyataan.

Ini menimbulkan pertanyaan: apakah musik masih membutuhkan sampul album?

Pada masa-masa awal distribusi musik, piringan hitam hanya dimasukkan ke dalam sampul abu-abu yang monoton. Satu-satunya bagian yang menarik dari setiap rekaman adalah musik itu sendiri. Tidak ada cara untuk mengetahui bagaimana rekaman itu terdengar atau terasa kecuali dengan mendengarkannya.

Namun, itu semua berubah ketika direktur seni pertama Columbia Records, Alex Steinweiss, menemukan cara untuk meningkatkan penjualan piringan hitam. Dia memelopori ide sampul untuk setiap album untuk lebih menarik perhatian calon pendengar. Dengan membawa seorang fotografer, Alex mengunjungi Imperial Theatre New York untuk memotret huruf-huruf yang bertuliskan 'Smash Song Hits oleh Rodgers & Hart'. Ini menjadi sampul album pertama yang tercatat dalam sejarah dunia.

Tak lama kemudian, sampul album berkembang menjadi cara lain bagi musisi untuk memasarkan karya mereka dan menarik pendengar. Selain sebagai alat pemasaran, sampul album mewakili pengalaman musik atau suara yang ditawarkan dalam sebuah album. “Terkadang sampul menunjukkan genre sebuah album, atau bahkan era pembuatannya,” jelas pemilik toko kaset dan penghobi musik Samson Pho.

Foto: Album karya Alex Steinweiss

Foto: Album karya Alex Steinweiss

“Misalnya, artwork untuk album jazz biasanya monokrom dan memiliki close-up sang musisi, sedangkan genre seperti rock atau metal memiliki lebih banyak elemen horor dan warna yang lebih cerah.”

Hal ini dapat dilihat pada rekaman-rekaman yang dirilis oleh Blue Note Records, yang sampulnya biasanya hanya menggunakan dua atau tiga warna dan potret musisi jazz. Genre lain seperti hip-hop atau RnB sering menggunakan tipografi abstrak dan eksentrik atau grafiti, yang dapat dilihat pada sampul album MF DOOM, Outkast, dan D’Angelo.

Sampul album membantu memandu pendengar ke dalam keadaan pikiran yang tepat, serta mengatur suasana rekaman secara keseluruhan. Sampul album menciptakan hubungan menggunakan elemen penglihatan dan pendengaran untuk membantu memvisualisasikan suara. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hubungan itu dibina, TFR berbincang dengan fotografer dan desainer Mikael Aldo tentang pengalamannya bekerja dengan berbagai seniman dan proses kreatif di balik pembuatan sampul album.

Mengingat ia bekerja dengan banyak musisi di berbagai genre, tidak mengherankan bahwa setiap pendekatan yang digunakan harus berbeda. Dari artis pop seperti Sheryl Sheinafia hingga band rock seperti Feast dan Barasuara, setiap proses bergantung pada penafsiran dan interpretasi pribadi Aldo mengenai setiap album.

“Selalu berbeda untuk setiap musisi yang pernah bekerja dengan saya. Ada yang sudah memiliki visualisasi musik yang jelas, ada juga yang belum. Ada kalanya saya harus mendengarkan demonya terlebih dahulu, tetapi ada kalanya saya baru mendengarkan setelah berdiskusi dengan musisinya,” tambahnya.

Setelah menentukan tema utama, Aldo menggunakan interpretasinya sendiri untuk menerjemahkan tema tersebut menjadi sebuah karya visual. Setelah itu, hasilnya akan menentukan bagaimana Aldo akan mengeksekusi desain sampul album, mulai dari pra-produksi hingga pasca-produksi. Faktor inilah yang menjadikan setiap karya sampul untuk musisi dan genre yang berbeda unik.

Meskipun prosesnya bisa berbeda, benang merah dari semuanya adalah mengetahui apa yang disampaikan oleh musik dan pesan yang ingin disampaikan oleh musisi dengan sampul album. Pesan-pesan ini kemudian dapat dicerminkan pada sampul album melalui penggunaan simbol, warna, dan berbagai elemen lainnya. Beberapa elemen bahkan mungkin dibuat dalam bentuk teka-teki yang harus dipecahkan oleh konsumen.

Misalnya, sampul album ketiga Coldplay terdiri dari berbagai macam kotak berwarna-warni dengan latar belakang biru tua. Kita mungkin berpikir itu hanya pilihan estetika; namun, kotak-kotak itu sebenarnya adalah representasi visual dari kode Baudot, kode telegraf pada masa awalnya. Kotak-kotak itu tidak dirancang dan diatur secara acak. Ukuran dan bentuk kotak yang berbeda menjelaskan judul album.

Tidak semua sampul album memiliki proses kreatif yang ekstensif. Meski merupakan sarana ekspresi diri, musik juga merupakan komoditas. Beberapa sampul album tidak ada hubungannya dengan musik di album– tetapi mereka memenuhi permintaan audiens tertentu atau pihak ketiga yang terlibat dengan rilis rekaman tersebut.

Menurut Samson, tidak ada pernyataan umum mengenai tujuan sampul album. “Dulu, label rekaman bertanggung jawab untuk memutuskan desain mana yang akan mereka gunakan, karena keputusan yang mereka buat akan sangat memengaruhi penjualan.”

“Misalnya Jimi Hendrix. Dia tidak pernah tahu seperti apa sampul albumnya sampai dirilis.”

Namun, di dunia digital yang berkembang ini, kebutuhan akan sampul album untuk alasan apa pun terbukti semakin tidak lazim. Musik tidak ambigu seperti dulu. Sekarang, kita tidak harus bergantung pada sampul album untuk mendapatkan kesan pertama mengenai seorang artis.

Berkat evolusi teknologi, label dan musisi melihat metode lain yang lebih interaktif untuk mengiklankan karya mereka, misalnya media seperti grafik 3D, video musik, teaser, dan visualiser. Sebagai contoh, platform musik digital seperti iTunes menyediakan potongan lagu sepanjang 30 detik.

Dengan begitu banyak pilihan yang tersedia, rentang perhatian konsumen semakin pendek. Ini membuat pendekatan 2D atau manual menjadi pilihan yang kurang disukai.

Meskipun masih harus diunggah untuk setiap rilis musik di layanan streaming digital, sampul album tidak berdampak seperti dulu karena sudah ada cara lain untuk mempromosikan dan mengiklankan musik.

Namun, Aldo berpendapat bahwa sampul album masih menjadi salah satu pendamping visual yang paling penting untuk musik. “Meskipun saat ini ada pilihan media visual yang lebih bervariasi seperti video musik, seni 3D, dan lain-lain, sampul album akan selalu disematkan di platform streaming, siaran pers, atau media penerbitan mana pun.”

“Selain itu, dengan sifat hubungan kita dengan musik yang terus berubah, adalah kenyataan bahwa orang tidak lagi mengonsumsi musik hanya untuk musiknya: kita juga mengonsumsi dan menghargai benda-benda di sekitar musik.”

Samson memiliki sentimen yang sama. Ia menyatakan bahwa sampul album tidak hanya untuk pemasaran, tetapi juga menjadi ceruk bagi artis. “Bagi yang suka detail, terkadang hanya dengan melihat gambar albumnya mereka sudah tahu band atau musisinya.”

Meskipun dampaknya tidak sebesar seperti dulu dan meskipun motif di balik pembuatannya lebih rentan, tujuan keseluruhan sampul album untuk menjadi representasi visual dari sebuah album tetap ada. Sampul album mungkin bukan hal pertama yang terlintas dalam pikiran ketika mengiklankan musik, tetapi ada kualitas nostalgia dan sentimental yang membuatnya tak tergantikan dan selalu relevan.


Artikel terkait


Berita