Apakah ada kadaluarsa dalam kebaruan?

Read in English

WhatsApp Image 2020-11-07 at 19.44.15.jpeg

Tanpa kita sadari, perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual hadir di sekitar kita, yang menyentuh berbagai aspek kehidupan. Misalnya, smartphone yang kita gunakan memiliki berbagai perlindungan di dalamnya, dimulai dari segi desain hingga merek, hak cipta, da hak paten. 

Kalau kita tarik ke belakang, ada satu kasus yang ramai dibahas publik, yakni Apple vs Samsung. Perseteruan antara dua merek raksasa teknologi ini berlangsung selama tujuh tahun. Apple menggugat Samsung atas tuduhan menjiplak bentuk dan tampilan smartphone Apple. Tiga tahun kemudian, Apple memenangkan gugatan tersebut. Samsung harus membayar $120 juta kepada Apple.

Gugatan tidak berhenti sampai di sana. Selama tujuh tahun, kedua perusahaan itu saling menggugat satu sama lain di pengadilan di seluruh dunia. Di tahun 2018, kedua belah pihak akhirnya menyelesaikan kasus tersebut. Samsung pada akhirnya harus membayar $543 juta kepada Apple karena telah melanggar hak paten desain.

Berbeda dengan di Indonesia, di mana desain sebuah produk dilindungi di bawah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri atau UU Desain Industri.

Dibandingkan dengan hak cipta dan hak merek, syarat desain industri termasuk sulit untuk dipenuhi. Dilansir dari situs HKI, ada sekitar 66.000 pendaftaran desain industri, sedangkan jumlah pendaftaran hak merek mencapai lebih dari 1 juta.

Untuk memperoleh perlindungan hukum, desain tersebut harus didaftarkan. Indonesia sendiri menganut prinsip kebaruan atau novelty, bukan prinsip orisinalitas atau originality. Artinya, perlindungan desain industri diberikan kepada siapa yang mendaftarkan desain tersebut pertama kali, atau yang lebih kita kenal dengan istilah first to file. Inilah yang membedakan perlindungan desain industri dengan hak cipta yang timbul secara deklaratif.

Kebaruan itu pun tidak berlaku selamanya. Perlindungan hanya berlaku selama 10 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Pembatasan masa berlaku ini diterapkan atas pertimbangan bahwa desain suatu produk ditujukan untuk menarik minat konsumen, sementara minat ini selalu berubah sering perkembangan zaman dan kebutuhan hidup manusia.

Apakah semua ciptaan bisa dilindungi?

Perlindungan yang diberikan oleh desain industri terdiri dari pakaian, produk makanan, peralatan rumah tangga, perhiasan, alat musik, alat olahraga, permainan, dan lain-lain.

Desain industri dapat melindungi bentuk, konfigurasi, atau pola dari suatu produk. Namun, tidak semua desain siluet serta merta bisa dilindungi. Raysha, seorang konsultan hukum, menjelaskan bahwa agar desain siluet dapat dilindungi, ia tidak boleh berdiri sendiri, tetapi juga menjadi bagian dari kemasan produk dan dengan mempertimbangkan tujuan penggunaannya. 

Konfigurasi menitikberatkan pada bentuk yang dikombinasikan, sedangkan pola merupakan perpaduan garis, warna, atau kombinasi dari keduanya. Oleh karena itu, pendesain dapat memilih unsur apa yang ingin dilindungi, entah bentuk, pola, atau gabungan dari ketiga unsur di atas.

Uniknya lagi, perlindungan dalam desain industri dapat diberikan secara parsial atau menyeluruh terhadap suatu produk, tergantung pada unsur kebaruan yang menjadi daya pembeda antara desain yang satu dengan yang lainnya.

Misalnya, ketika suatu merek mengajukan permohonan pendaftaran untuk desain botol. Bisa saja perlindungan hanya diberikan untuk tutup botol karena desain badan botol tersebut sudah ada sebelumnya. Yang ditekankan oleh desain industri adalah nilai estetika atau tampilan luar suatu produk dan dapat diproduksi secara massal. 

Dalam modul desain industri yang dibuat oleh Dirjen HKI, dijelaskan bahwa kesan estetis harus dapat ditangkap oleh panca indera dan hasil dari kreasi bentuk, konfigurasi, atau pola garis dan warna.

Sedangkan menurut Raysha, pemahaman akan kesan estetis ini memerlukan penjelasan lebih lanjut agar tidak menimbulkan misinterpretasi di kalangan masyarakat. Mempertimbangkan estetika sebagai filsafat keindahan bersifat subjektif yang bergantung pada konteks tertentu.

Gambar di bawah adalah salah satu contoh desain yang dilindungi. Jaket kulit yang didesain oleh Novembria Dwi Triasari memperoleh perlindungan oleh Dirjen HKI sejak tahun 2017.

UU Desain Industri vs budaya meniru

Seperti terowongan yang tidak berujung, budaya meniru juga sepertinya tidak menemukan ujungnya. Memang benar tidak ada yang baru di bawah matahari, tetapi dalam hal memasarkan produk, diperlukan sesuatu yang menjadi daya pembeda agar masyarakat dapat mengetahui asal usul produk tersebut.

Prinsip ATM atau amati, tiru, modifikasi tentunya sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Dalam desain industri, teknik ATM bisa diterapkan asal sudah dimodifikasi atau memiliki perbedaan dari desain sebelumnya. Modifikasi atau daya pembeda ini yang sering kali mengalami miskonsepsi, sehingga berujung pada dugaan plagiarisme.

Hal ini terjadi dalam kasus antara Gucci melawan Forever 21, di mana Gucci menggugat Forever 21 karena dianggap telah meniru desain ikoniknya, yakni kombinasi garis biru-merah-biru dan garis hijau-merah-hijau.

Foto: Gucci (kiri), Forever 21 (kanan)

Foto: Gucci (kiri), Forever 21 (kanan)

Di dalam UU Desain Industri, prinsip ATM dapat diterapkan dengan memerhatikan unsur dan daya pembeda. Daya pembeda inilah yang dapat dilindungi, meskipun hanya merupakan bagian kecil dari tampilan produk tersebut.

Misalnya, desain jam tangan A dan B adalah sama-sama bulat, namun apabila jam tangan B menambahkan kombinasi berlian di atas desain yang berbentuk bulat tadi, maka jam tangan B dapat dilindungi.

Dari sudut pandang UU Desain Industri, apabila semakin banyak modifikasi yang dilakukan, maka akan semakin sedikit dugaan plagiarisme dalam produk tersebut.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa baik UU Desain Industri maupun prinsip ATM tidak dapat digunakan sebagai solusi untuk maraknya budaya meniru apabila kita terus terjebak di dalam zona nyaman. Seperti yang dikatakan oleh Achmad Iqbal dari Dirjen HKI, “Hendaknya kita menjadi desainer yang beretika.”


Artikel terkait