Eyelovin: Cerita di balik keindahan mata

Read in English

Eye Lovin Pt 2-01.jpg

Permintaan pertama terhadap lensa kontak berwarna dapat ditelusuri kembali ke tahun 1853 ketika seorang pasien wanita di London meminta mata buatan untuk menutupi iris matanya yang berbeda warna. Lensa kontak berwarna awalnya dibuat untuk menutupi kelainan bentuk pada iris dan kornea sebelum kemudian memiliki fungsi kosmetik.

Mundur lebih jauh lagi, ide lensa kontak berwarna dicetuskan oleh Leonardo Da Vinci pada tahun 1508, namun idenya saat itu bukan berupa lensa kontak seukuran pupil mata. Dalam jurnal Codex of The Eye yang ditulisnya, ide Da Vinci adalah untuk merendam kepala ke dalam mangkuk berisi air untuk mengubah pandangan. Da Vinci kemudian menciptakan lensa kaca dengan air di dalamnya. Ide tersebut gagal karena manusia harus bernapas.

Pada zaman dulu, lensa kontak berwarna dibuat dengan lensa keras yang menyakitkan dan tidak nyaman dipakai. Lensa kontak lembut yang kita ketahui sekarang diciptakan pada tahun 1960an oleh ahli kimia asal Ceko Profesor Otto Wichterle. Ia juga memiliki ide menyebarkan pewarna ke dalam hidrogel.

Pada tahun 1972, Titmus Eurocon, yang kemudian diakuisisi oleh CIBA Vision, mendapatkan paten untuk lensa lunak berwarna. Perkembangan lensa berwarna pada saat itu terutama didorong oleh industri film. Lensa kosmetik muncul pertama kali dalam film Salem’s Lot pada tahun 1979. Dokter spesialis mata Dr. Morton Greenspoon didapuk oleh Paramount Pictures untuk menjadi konsultan kontak lensa bagi film-film mereka.

Lensa kontak berwarna dengan warna yang lebih halus untuk penggunaan sehari-hari diluncurkan pada tahun 1990an. Dalam beberapa dekade, pasar kontak lensa berwarna kemudian menyebar ke seluruh dunia, mulai dari lensa kontak berwarna dengan dan tanpa resep (Plano) hingga kontak lensa berwarna anti sinar UV.

Di Asia, kegilaan terhadap kontak lensa berwarna dipopularkan oleh Korea Selatan, Jepang, dan Cina. Negara-negara tersebut juga mendominasi penjualan menurut laporan pada tahun 2019. Seperti yang disebutkan dalam bagian pertama seri ini, kepopuleran K-Pop dan K-Drama membantu menyebarkan tren ini. Karakter cosplay menciptakan pasar untuk kontak lensa berwarna kosmetik.

Meski tren tersebut telah menghasilkan miliaran untuk pasar lensa kontak di negara-negara tersebut, kontak lensa berwarna belum sepenuhnya menarik bagi pasar Indonesia, menurut perusahaan kecantikan dan kesehatan Eyelovin. “Para influencer kecantikan memakainya, tetapi lensa kontak berwarna belum menjadi pernyataan mode. Kemungkinan besar karena memakai lensa kontak bergantung pada faktor cocok-cocokan,” kata Direktur Eyelovin Wella Christie.

Meski mata menjadi satu-satunya fitur yang tidak tertutup oleh masker wajah selama pandemi, Eyelovin mencatat penurunan penjualan lensa kontak berwarna pada tahun 2020. Beberapa sumber yang TFR wawancarai mengatakan bahwa mereka tidak membeli kontak lensa berwarna sesering sebelum pandemi. Masuk akal karena tidak ada acara dan orang-orang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di rumah.

Sebelum pandemi, Stephanie, seorang pelajar berusia 18 tahun, bisa membeli kontak lensa berwarna tiga kali dalam setahun. Pengeluaran rata-rata bagi Yenni (26) yang mengenakan kontak lensa berwarna sehari-harinya sekitar Rp400.000 per transaksi, sementara pengeluaran rata-rata Pamela per transaksi setengah dari Yenni.

Penggiat cosplay seperti Gloria biasanya memesan kontak lensa berwarna kosmetik setiap kali ada acara. Selama pandemi, tidak ada pertemuan dan acara dalam skala besar. Oleh karena itu, Gloria tidak perlu membeli lensa kontak berwarna sesering sebelum pandemi.

Selain itu, dalam penelitian kami untuk artikel ini, kami menemukan bahwa konten YouTube terbaru dari vlogger kecantikan Indonesia tentang lensa kontak berwarna diunggah tiga bulan yang lalu. Kebanyakan video yang banyak ditonton mengenai kontak lensa berwarna diunggah satu tahun yang lalu.

Perlu dicatat bahwa kategori mata tidak seperti yang lain. Mata adalah organ yang paling berkembang. Otak kita lebih banyak terhubung ke penglihatan dibandingkan dengan indera lainnya. 80% dari apa yang kita rasakan datang melalui penglihatan. Oleh karena itu, dalam menjual produk mata untuk kategori kecantikan, keamanan dan kesehatan tetap menjadi prioritas. Bagi Wella, hal tersebut termasuk memastikan setiap bahan kimia dalam lensa kontak dan cairannya telah disetujui FDA.

Meskipun Eyelovin telah menempuh perjalanan panjang dan mengembangkan merek in-house, Wella memulai sebagai dropshipper lebih dari satu dekade lalu. Selama prosesnya, ia menyadari kesalahan yang seringkali dibuat oleh konsumen ketika membeli dan merawat lensa kontak. Memilih cairan lensa kontak, contohnya, harus disesuaikan dengan tipe lensa kontak yang dikenakan konsumen.

“Kami menyeimbangkan kesehatan dan kecantikan dengan mengedukasi pasar kami mengenai cara mengenakan dan merawat lensa kontak dengan benar, bagaimana memilih lensa kontak dengan spesifikasi yang sesuai untuk mata,” ujar Wella.

Keputusan untuk mengembangkan situs e-commerce adalah sebuah langkah cerdas. Di ranah teknologi kecantikan, mata adalah kategori yang belum terjamah. Perusahaan lain umumnya focus pada kacamata optik dan kacamata hitam serta riasan dan perawatan kulit. Eyelovin berada dalam posisi yang unik, namun mengoptimalkan potensi ini tidak mudah. Pertama-tama, mengedukasi konsumen seperti yang disebutkan di atas. Kemudian, meningkatkan jumlah merek lensa kontak untuk memenuhi kebutuhan tipe mata yang berbeda.

Strategi terakhir bisa berpengaruh pada biaya operasional untuk membeli dan menyimpan lensa-lensa tersebut, namun harus dilakukan karena lensa kontak berpusat di faktor kesehatan. Terlebih lagi, hal tersebut sejajar dengan misi Eyelovin untuk menjadi penyedia lensa kontak terbesar di Indonesia. Eyelovin saat memilih untuk melakukan satu hal pada satu waktu dan menambah lebih banyak kategori kemudian - sebuah strategi yang tidak lazim terdengar dari perusahaan teknologi.

Meski begitu, Eyelovin masih memiliki banyak hal yang harus dilakukan untuk mencapai visinya sebagai pencipta tren gaya hidup kesehatan dan kecantikan di Indonesia. Salah satunya termasuk mengembangkan area teknologi, seperti membuat proses mencoba lensa kontak dari rumah lebih mudah.

Dan mungkin, investasi eksternal. “Kami terbuka untuk itu,” tutur kedua pendiri perusahaan saat ditanya mengenai kemungkinan itu.


Artikel terkait


Berita