Obsesi abadi Indonesia terhadap boyband dan girlband

Read in English

Bagi sebagian orang, hal ini merupakan upacara peralihan, sama seperti kawat gigi dan jerawat masa remaja; semua orang melalui fase ini tanpa kecuali. Bagi sebagian lainnya, ini adalah sebuah obsesi yang bertahan sampai masa dewasa, dengan wajah-wajah baru untuk setiap generasi, seolah-olah alam semesta mencoba memastikan bahwa kegilaan ini berlanjut. Kita berbicara mengenai obsesi abadi terhadap boy dan girl group.

Tidak ada garis waktu pasti yang menunjukkan periode pasti lahirnya konsep ini. Bagi sebagian orang, The Beatles adalah boyband pertama, setidaknya pada tahun-tahun awal mereka. Mulanya, keempat remaja asal Liverpool ini muncul dengan tampilan yang dibuat-buat sebagai dreamboats mop-topped dengan aksen aneh, dan mereka memperkenalkan cetak biru untuk boyband yang sukses: mereka memiliki seorang anggota tipe ‘pemberontak’ (John Lennon), cute (Paul McCartney), pendiam (George Harrison), dan lucu (Ringo Starr). Dengan beberapa pergantian, ini telah menjadi formula juara yang bertahan selama beberapa generasi dan dekade.

Sebuah boyband (atau girlband) bisa didefinisikan sebagai kelompok musik pop yang terdiri dari laki-laki muda (atau perempuan muda) yang menyanyi dan menari. Konsep ini melampaui era, kebangsaan, ras, dan bahkan genre. Setelah The Beatles dengan British invasion mereka pada tahun 1960-an, ada New Edition, New Kids On The Block, Backstreet Boys, NSYNC, Westlife, F4, Super Junior, One Direction, BTS, dan banyak lagi. Ada boyband untuk setiap musim, tampaknya. Untuk girlband, siapa yang bisa melupakan Spice Girls ketika mereka berjaya pada tahun 1990an, atau Destiny’s Child tidak lama kemudian? Dan tentu saja kita masih memiliki Little Mix sebagai penerus tradisi.

Tren datang dan pergi, kadang grup asal Amerika yang menjadi favorit, kali lainnya, seperti saat ini, semua orang menjadikan K-POP sebagai referensi. Di antara kedua periode ini, kita juga mengalami fase Britpop dan J-Pop. Indonesia tentu saja tidak kebal dengan hal ini. Negara ini bahkan melahirkan beberapa grup terkenalnya sendiri.

Ada Trio Libels pada tahun 1980-an, Coboy, AB Three, JKT48, dan Coboy Junior yang populer beberapa tahun belakangan yang telah mencetak banyak lagu hit dan merebut hati banyak penggemar. Indonesia bahkan memasukkan warnanya sendiri, seperti girl group dangdut Trio macan dan nasyid atau boyband Islami Adam.

Fay Ismail, produser musik dan penata suara yang pernah bekerja sama dengan grup lokal seperti girlband Mollucas, percaya bahwa Indonesia akan selalu menjadi target pasar utama untuk boy dan girlband sekarang dan di masa depan, “Karena orang-orang di sini suka tipe musik seperti ini, dan pasarnya mengonsumsi semua musik ini. Penggemar Indonesia juga cukup loyal begitu mereka menjadi penggemar sebuah grup. Sebagian bahkan mungkin menjadi fanatik berat,” lanjutnya.

Menurut Fay, berikut adalah faktor-faktor yang menentukan suksesnya boy atau girlband: penampilan, lagu, drama di balik layar, koreografi, kostum/gaya, dan interaksi dengan penggemar. Menyinggung drama di balik layar yang disebutkan di atas, Fay menyatakan, “Orang Indonesia suka drama dan mereka selalu ingin tahu apa yang terjadi di dalam kehidupan idola mereka. Semakin banyak drama dan rumor yang beredar, semakin baik biasanya efeknya bagi kepopuleran sebuah grup.”

Meski populer, kelompok semacam itu dibebani dengan stigma yang tak habis-habisnya. Salah satunya adalah anggapan bahwa anggota adalah talenta biasa-biasa saja yang dicetak. Maria Sherman, penulis buku ‘Larger Than Life: A History Of Boy Bands From NKOTB To BTS’ (2020), berpendapat bahwa boyband tidak mendapatkan penghargaan yang sama seperti aksi musik lainnya sebagian besar karena persepsi internal tentang apa yang 'bagus'. “Dan itu adalah penulis lagu rock - bukan boyband,” tambahnya.

“Untuk boyband, secara kritis, kita tidak bisa benar-benar menganut sistem nilai yang sama di mana keaslian melalui penulisan lagu adalah hal yang terbaik atau yang paling menarik yang bisa dilakukan seorang seniman. Kita harus menempatkan nilai keaslian itu di tempat lain, dan tempat itu adalah koneksi yang dimiliki oleh pendengar dengan musik itu sendiri,” ucap Sherman.

The Finery Report berkesempatan mewawancarai Un1ty, boyband asal Indonesia yang belum lama ini meluncurkan lagu dan video musik baru bertajuk ‘Baby’. Para anggota band ini jelas sadar mengenai stigma yang menempel pada grup seperti mereka, “ada banyak orang di luar sana yang menganggap bahwa yang kami lakukan hanyalah menyanyi dan menari, tapi kenyataannya, kami melakukan lebih dari itu. Kami mengikuti kelas bahasa Inggris dan kelas Muay Thai, kami belajar public speaking, kami belajar cara berakting, kami belajar mengenai tata krama dan bagaimana berperilaku di hadapan publik. Ada banyak hal yang harus kami pelajari. Kami dituntut untuk menjadi multi-talenta.”

Image: Un1ty band

Band ini juga menyoroti poin menarik yang membantu menjelaskan daya tarik boyband dan girlband, “Kami percaya konsep boyband and girlband ini berkelanjutan di Indonesia karena konsep grup ini otomatis memberikan banyak pilihan kepada para penggemar. Dalam aksi solo, kita memiliki satu titik fokus, dengan genre lagu yang kurang lebih sama. Sementara, dalam sebuah grup, kita memiliki anggota yang berbeda dengan potensi yang berbeda untuk dijelajahi. Itulah yang kami lakukan di Un1ty, ada centre di setiap single kami, dan lagu-lagunya disesuaikan dengan centre itu, jadi kami punya ballad, lagu-lagu upbeat, dan bahkan hip-hop.”

Bukan hanya konsepnya saja yang berkelanjutan, bagi sebagian alumni boyband dan girlband, daya tarik mereka tampaknya juga berkelanjutan. Dari Beyoncé (sebelumnya anggota Destiny’s Child) sampai Iqbaal Ramadhan (sebelumnya anggota Coboy Junior), kita telah melihat bahwa ada kehidupan setelah boy/girlband. Tapi mereka harus berjuang untuk meraihnya, dan untuk itu, kadang mereka harus memisahkan diri mereka sepenuhnya dari apa pun yang berhubungan dengan boy atau girlband.

Zayn Malik (sebelumnya anggota One Direction), contohnya, menduduki banyak tangga lagu di seluruh dunia dengan album solo debutnya. Namun, dalam perjalanannya, ia melakukan perubahan besar pada citra dan gayanya saat ia beralih ke karier solo, seperti yang dapat dilihat dari tema liriknya yang sekarang provokatif serta memiliki efek kejutan dan estetika surealis yang dimaksudkan untuk menampilkan dirinya sebagai sosok yang berbahaya dan menggoda.

Pada akhirnya, semua adalah tentang mendapatkan penggemar dan membuat penggemar senang. Un1ty masih menganggap serius fan service meski dalam segala keterbatasan yang diakibatkan oleh pandemi saat ini, dengan mengadakan acara virtual yang termasuk pemberian tanda tangan virtual. Fay membenarkan hal tersebut, “untuk grup idola, biasanya ada masukan dari penggemar yang menjadi pertimbangan. Mereka akan berusaha mewujudkan apa yang diinginkan penggemar. Dan selalu meng-update media sosial untuk memastikan bahwa hubungan antara sang idola dengan penggemarnya aman.”

BTS tampaknya berada di puncak rantai makanan boyband akhir-akhir ini, dan mungkin mereka akan bertahan untuk sementara waktu. Tetapi akan ada pemain baru yang muncul, dengan cita rasa dan penawaran mereka sendiri. Belum lagi, orang-orang lebih terbuka dengan konsep baru akhir-akhir ini (boyband ukuran plus?) Formula yang sudah terbukti berhasil memang masih berlaku.


Related articles


News