Kekuatan sebuah nama merek - Bagian 1

Read in English

Foto: Barneys New York cabang Ginza dari Ned Snowman/Shutterstock

Foto: Barneys New York cabang Ginza dari Ned Snowman/Shutterstock

Ketika Barneys New York, toko serba ada ternama di New York, mengajukan pengajuan pailit ke pengadilan di tahun 2019, Authentic Brand Groups (ABG) dan B. Riley Financial Inc. membeli Barneys seharga $271,4 juta. Uniknya, kesepakatan tersebut bukan untuk mempertahankan operasional Barneys.

ABG menyatakan bahwa mereka akan menjual stok sisa Barneys dan menutup toko-tokonya. Para pemilik baru Barneys akan menghasilkan uang dari kekayaan intelektual Barneys. ABG bahkan sudah mendekati rival Barneys, Saks Fifth Avenue, untuk membeli lisensi nama Barneys untuk digunakan Saks di dalam toko-toko Saks di Amerika Utara.

Nama merek lebih berharga daripada yang selama ini kita kira, apalagi di tengah pandemi dimana pengunjung toko turun drastis. Dalam kasus Barneys, nilainya terletak di kesan, peninggalan, dan hubungan dengan pembeli.

Ada juga WeWork yang pendirinya, Adam Neumann, menjual lisensi merek ‘We’ kepada dewan direksi WeWork seharga $5.9 juta. Terlepas dari kontroversi yang menyelimutinya, WeWork berhasil memosisikan mereknya dengan jargon tipikal perusahaan start-up seperti pemberdayaan dan komunitas. Kata ‘We’ menggambarkan komunitas.

Nama merek dilindungi oleh hukum merek dagang. Di Indonesia, hukum merek dagang diatur di dalam UU No. 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Nama, simbol, warna, eleman grafis, dan jenis huruf bisa didaftarkan.

Sol sepatu merah Louboutin serta warna robin’s blue egg Tiffany & Co dilindungi oleh hukum. Merek-merek tersebut rela mengambil langkah tambahan untuk melindungi merek mereka. Louboutin menggugat YSL pada tahun 2011 karena YSL menjual sepatu hak tinggi dengan warna merah di seluruh permukaan sepatunya, termasuk sol. Pada tahun 2012, Louboutin kembali menggugat Van Haren, perusahaan asal Belanda, karena menggunakan sol berwarna merah.

Enam tahun kemudian di tahun 2018, Louboutin memenangkan gugatan atas Van Haren di pengadilan Eropa. Mengklaim suatu warna sebagai hak eksklusif hanya bisa dilakukan ketika pembeli tanpa sadar mengasosiasikan suatu warna dengan sebuah merek. Dengan kata lain, sebuah merek harus dianggap ikonik agar bisa mengklaim hak eksklusif penggunaan warna.

Banyak merek Indonesia yang masih asing dengan kekayaan intelektual. Banyak brand mendaftarkan merek dagang ketika merek mereka sudah laku di pasaran. Masalahnya, ada kemungkinan merek tersebut menggunakan nama yang sudah terdaftar.

Mendapatkan ide untuk sebuah nama merek yang ternyata sudah terdaftar tidak hanya satu-dua kali saja terjadi, mengingat adanya keterbatasan dalam jumlah kata, pengejaan, dan kombinasi kata. Oleh karena itu, banyak perusahaan memodifikasi ejaan kata-kata umum seperti Lyft, Flickr, Tumblr.

Mengganti ejaan kata-kata umum juga merupakan taktik untuk mematenkan merek dagang. Ejaan yang dimodifikasi juga memudahkan perusahaan untuk mendapatkan domain situs web. Pasal 20 dalam UU No. 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum dan./atau lambang milik umum.

Pasal 20
Merek tidak dapat didaftar jika:
a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. sarna dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang danjatau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang danjatau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang danjatau jasa yang sejenis;
d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan atau jasa yang diproduksi tidak merniliki daya pembeda; dan / atau
e. tidak merniliki daya pembeda; dan / atau
f. merupakan nama umum dan./atau lambang milik umum

Contohnya, sebuah merek produk kecantikan tidak bisa menamai mereknya ‘beauty’ atau ‘skincare’ dan mendaftarkannya sebagai merek dagang karena kata-kata tersebut adalah kata umum di industri kecantikan. Solusinya, mereka biasanya membuat kombinasi kata yang terdiri dari dua sampai tiga kata, misalnya The Body Shop.

glossier.png

Pemilik merek harus berhati-hati terhadap cara pengucapan dan pengejaan. Mengganti satu huruf dari merek yang sudah ada tidak cukup untuk dinyatakan berbeda. Contohnya, mengganti Glossier menjadi Glossio tidak akan menhindarkan Glossio dari pertempuran hukum apabila Glossier memasuki pasar Indonesia.

Terlebih lagi, Glossier sudah dikenal luas dan dianggap sebagai pelopor tren warna millennial pink. Glossier juga sudah terdaftar dalam data World Intellectual Property Organisation (WIPO).

marlanmarlamarlen-01.png

Marlan, merek pakaian wanita, menemukan merek fesyen lain yang berbeda satu huruf dengan ejaan Marlan. Desainer grafis merek tersebut pernah menandai Marlan tanpa sengaja di media sosial. Kalau karyawan sendiri saja salah, bayangkan betapa bingungnya pembeli.

Pada tahun 2011, perusahaan induk Nutella, Ferrero SpA, menggugat perusahaan asal Singapura, Sarika Connoiseur Cafe, dengan tuduhan telah menlanggar merek dagang Nutella. TCC, kedai kopi milik Sarika Connoiseur Cafe, menjual minuman yang menggunakan Nutella dan menamai minuman tersebut Nutello.

Meskipun TCC bersikeras bahwa mereka mengganti nama Nutella dan minuman tersebut memiliki Nutella di dalam bahannya, kedua nama tersebut merupakan nama ciptaan dan perubahaan di huruf terakhir tidak cukup untuk dinyatakan berbeda.

Tujuan merek dagang adalah supaya sebuah merek bisa membedakan dirinya dari para pesaingnya. Akan lebih baik bagi para pemilik merek untuk menghindari menggunakan nama yang bisa mengakibatkan kebingungan dan kekeliruan antara pembeli meskipun barang atau servis yang dijual terdaftar di kelas berbeda - akan dibahas lebih lanjut di bagian dua.