Pengajuan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Unesco tuai pro dan kontra

Pemerintah Republik Indonesia (RI) berencana mengajukan busana kebaya sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO. Akan tetapi, belakangan ini justru muncul penolakan dari berbagai pihak terkait wacana pengajuan tersebut.

Bukan karena tidak mendukung upaya tersebut, melainkan masyarakat mengusulkan agar pengajuan kebaya dilakukan bersama dengan Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Melansir Kompas, usul itu ada karena ketiga negara tetangga tersebut juga menjadikan kebaya sebagai pakaian khas mereka. Maka dari itu, muncul ide joint nomination atau pengajuan nominasi bersama.

Namun, banyak juga pihak yang menilai bahwa upaya nominasi bersama bukanlah pilihan yang tepat, salah satunya Ketua Timnas Pengajuan HKN (Hari kebaya Nasional), Lana T. Koentjoro.

Menurut Lana, kebaya sejatinya merupakan identitas bangsa Indonesia yang sudah seharusnya diperjuangkan secara mandiri dan tidak bersama dengan negara tetangga.

“Kajian Tim Riset Timnas menunjukkan bahwa kebaya digunakan perempuan Indonesia sejak abad 19 di Jawa dan luar Jawa sampai sekarang,” kata Lana dilansir dari Kompas.com.

“Dengan beragam model kebaya sesuai kearifan lokal di masing masing daerah, kebaya bukan sekadar busana tapi mengandung filososi dan identitas perempuan Indonesia,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, melansir CNN Indonesia, anggota Koalisi Tradisikebaya.id Etti RS berpendapat bahwa pengajuan kebaya ke UNESCO bersama negara tetangga akan membiaskan riwayat budaya. Dampak buruknya, asal muasal kebaya yang sesungguhnya bisa jadi membingungkan.

“Apabila diakui banyak negara, mungkin saja kebaya tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, bukan lagi bagian dari jati diri bangsa. Karena itu, saya kira akan banyak komunitas yang menolak wacana ini,” kata Etti.

Di sisi lain, pekerja seni Dian Sastrowardoyo juga mengajak masyarakat untuk menjadikan kebaya sebagai busana kebanggaan Indonesia. Aktris yang biasa disapa Disas ini juga berharap agar pemerintah bisa mencanangkan kebaya sebagai pakaian wajib di hari-hari tertentu.

“Kalau dulu kita wajib berbatik sewaktu berangkat kerja atau sekolah. Kalau bisa suatu hari dicanangkan sama pemerintah, busana nasional atau kebaya wajib, satu atau dua hari dalam seminggu,” kata Dian.